Jumat 06 Dec 2019 12:23 WIB

Jokowi Yakin Indonesia tak Lagi Impor Bahan Petrokimia

Jokowi yakin industri di Indonesia mampu mengekspor bahan baku petrokimia.

Rep: Desy Suciati Saputri/ Red: Dwi Murdaningsih
Pabrik Polyethylene (PE) di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) di Cilegon, Banten, Kamis (19/7).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Pabrik Polyethylene (PE) di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) di Cilegon, Banten, Kamis (19/7).

REPUBLIKA.CO.ID, CILEGON -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pabrik baru Polyethylene (PE) milik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk di Cilegon, Banten, Jumat (6/12). Jokowi berharap pabrik baru PT Chandra Asri ini dapat menekan jumlah impor barang baku PE. Sebab, menurut Jokowi, impor bahan baku petrokimia selama ini masih cukup besar.

"Investasi penanaman modal yang terus menerus di bidang ini harus terus kita berikan ruang yang nantinya yang namanya impor bahan bahan petrokimia betul-betul stop dan kita bisa mengekspornya," ujar Jokowi.

Baca Juga

Jokowi memperkirakan, dalam empat hingga lima tahun lagi, Indonesia tak lagi mengimpor bahan-bahan petrokimia. Ia yakin, industri di Indonesia mampu mengekspor bahan baku petrokimia.

Apalagi PT Chandra Asri masih akan mengembangkan kompleks petrokimia kedua dengan nilai investasi hingga Rp 60-80 triliun dan kapasitas produksi hingga empat juta ton.

"Saya yakin empat juta ton. Artinya sisanya diekspor," tambahnya.

Ia mengatakan, kebutuhan domestik bahan baku polyethylene sendiri mencapai 2,3 juta ton per tahun. Sedangkan, kapasitas produksi nasional hanya mencapai 870 ribu ton.

Sehingga Indonesia masih perlu mengimpor PE sekitar 1,52 juta ton per tahun dengan nilai impor sebesar Rp 22,8 triliun per tahun.

Presiden yakin dengan produksi bahan-bahan petrokimia yang lebih besar akan mampu menekan jumlah impor. Sehingga juga akan berpengaruh terhadap kondisi defisit transaksi berjalan dan defisit perdagangan yang selama ini sulit diatasi.

Selain bahan petrokimia, impor minyak dan gas juga termasuk yang memberatkan neraca perdagangan Indonesia.

"Karena barang-barang yang kita produksi di dalam negeri, bahan bakunya kebanyakan impor. Termasuk di dalamnya adalah yang paling besar petrokimia," jelasnya.

Pada 2018, neraca perdagangan ekspor dan impor untuk seluruh bahan kimia mengalami defisit hingga Rp 193 triliun. Masalah ini pun sudah bertahun-tahun tak terselesaikan.

Karena itu, pemerintah memberikan tax holiday dan juga tax allowance kepada para pengusaha.

"Kita harapkan investasi berikutnya PT Chandra Asri bisa menyelesaikan ini," ujar dia.

Sebagai informasi, investasi pembangunan pabrik baru Polyethylene PT Chandra Asri ini sebesar 380 juta dollar AS dengan kapasitas produksi sebesar 400 ribu ton per tahun. Dengan demikian, total kapasitas produksi pabrik PE PT Chandra Asri pun menjadi sebesar 736 ribu ton per tahun.

Presiden Direktur Chandra Asri Erwin Ciputra mengatakan pembangunan pabrik baru ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas sehingga dapat memenuhi permintaan domestik.

Peningkatan kapasitas pabrik polyethylene Chandra Asri diharapkan dapat menjadi substitusi impor dan menghemat devisa negara hingga Rp 8 triliun.

"Pabrik baru ini juga telah mendapatkan kebijakan tax holiday dari pemerintah, kebijakan yang telah menciptakan iklim investasi yang baik," ujarnya.

Pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia menyebabkan naiknya kebutuhan bahan baku, salah satunya PE. Namun hingga saat ini, industri petrokimia Indonesia masih mengimpor bahan baku PE sekitar 40-50 persen.

Karena itu, PT Chandra juga akan mengembangkan kompleks petrokimia kedua dengan nilai investasi sekitar Rp 60-80 triliun. Pembangunan ditargetkan selesai pada 2024 nanti. Kompleks kedua ini akan memproduksi total kapasitas menjadi empat juta ton per tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement