Kamis 05 Dec 2019 16:47 WIB

Hargas Gas untuk Pupuk Terlalu Tinggi

Komponen gas dalam biaya produksi pupuk mencapai 70 persen.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Pabrik pupuk. Industri pupuk salah satu industri pengguna gas bumi. ilustrasi
Pabrik pupuk. Industri pupuk salah satu industri pengguna gas bumi. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Holding BUMN pupuk, PT Pupuk Indonesia, menilai saat ini harga gas domestik masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan harga gas di negara lain. Padahal, harga gas yang kompetitif sangat penting bagi Pupuk Indonesia agar beban subsidi pemerintah tidak membengkak.

Direktur Utama Pupuk Indonesia, Aas Asikin Idat menjelaskan gas merupakan komponen utama dalam pembuatan pupuk. Hal ini membuat harga gas menjadi salah satu komponen pembentukan harga pupuk.

Baca Juga

"Jadi gas dalam biaya produksi itu menempati 70 persen sehingga harga gas ini sangat berpengaruh pada harga pokok dari pupuk sendiri," kata Asikin di Komisi VII DPR RI, Kamis (5/12).

Asikin menjelaskan harga rata-rata gas yang dikenakan untuk pupuk dalam negeri ada di kisaran 5,8 dolar AS per MMBTU. Sementara, harga pesaing bisa di rata-rata 3,95 dolar AS per MMBTU. Meski memang Asikin sendiri tak menampik masing masing daerah tempat dimana pabrik pupuk berdiri memiliki harga yang berbeda beda.

Komisi VII DPR RI meminta kepada pemerintah untuk menekan harga gas industri. Hal ini agar produksi pupuk nasional bisa berjalan dengan baik. Anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita Sari meminta agar pemerintah menunda kenaikan harga gas. Hal ini agar gas bisa dioptimalkan untuk konsumsi domestik.

"Kalau kita masih defisit bagaimana caranya ekspor? Kalau dilihat dari neraca yang tadi akan lebih bijaksana jika pemerintah menunda kenaikan harga gas sesuai dengan Perpres 40 2016," kata Juwita.

Dia mengungkapkan, penurunan harga gas ini juga bisa menyelamatkan produksi pupuk nasional. "Jadi kita bertahan di situ agar pupuk Indonesia bisa diselamatkan. Karena akan banyak yang kolaps kalau harga bergeser," jelas dia.

Dia mencontohkan kebutuhan gas di Jawa Timur hanya bisa terpenuhi sekitar 50 persen. Oleh karena itu ia meminta kepada Dirjen Migas untuk mengatasi defisit tersebut dan menjaga ketersediaan pasokan dalam jangka panjang. Defisit ini turut mempengaruhi ketersediaan di berbagai daerah.

"Kemudian dari kebijakan harga, kalau melihat skema yang disampaikan pupuk Indonesia, Indonesia mematok harga yang lebih tinggi dibandingkan negara lain," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement