REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengakui pekerjaan merampingkan jumlah anak dan cucu perusahaan pelat merah bukanlah hal yang mudah. Erick berencana melakukan subholding anak dan cucu perusahaan BUMN.
"Banyak BUMN yang anak dan cucu usahanya terlalu banyak, yang jumlahnya luar biasa banyak, yang saya yakin siapapun menterinya tidak akan mudah," ujar Erick saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (5/12).
Dari keuntungan BUMN yang sebesar Rp 210 triliun, kata Erick, sebanyak 73 persen atau Rp 154 triliun hanya berasal dari 15 BUMN. Padahal jumlah BUMN serta anak dan cucu usaha mencapai 142.
"Dengan mengurangi jumlah perusahaan akan lebih baik. Toh dari Rp 210 triliun, yang 73 persen atau Rp 154 triliun hanya dari 15 BUMN," katanya.
Erick bahkan mensinyalir kurangnya jumlah keuntungan karena pembentukan anak dan cucu usaha banyak dipakai demi kepentingan oknum-oknum di perusahaan BUMN. Hal ini yang menjadi penyebab banyak anak dan cucu usaha BUMN memiliki rasio keuangan yang tidak sehat.
Saat ini Kementerian BUMN tengah menggodok aturan menteri mengenai pembentukan anak usaha BUMN. Ke depannya, kata Erick, harus ada alasan yang jelas dalam pembentukan anak usaha baru BUMN.
"Bukan untuk dipake oleh oknum, BUMN yang sudah sehat jadi sakit. Ini kan yang terjadi saat ini," kata Erick.
Menurut Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto, rencana melakukan penggabungan antara anak-anak usaha BUMN dapat mencegah persaingan sengit antara anak-anak usaha yang memiliki bisnis yang sama.
"Anak-anak usaha ini kan banyak, ada yang jauh dari core business induknya. Dan banyak yang sama jenisnya antara anak usaha BUMN, ini ada persaingan memakan kue yang sama," ujar Eko Listiyanto kepada Republika.co.id.
Adanya penggabungan anak-anak usaha dengan jenis usaha yang sama dinilai dapat menjawab tantangan- tantangan yang dihadapi BUMN yang memiliki rasio keuangan jelek. Selain itu, langkah ini juga dinilai lebih efektif karena mencegah adanya regionalisasi anak usaha yang memperlebar daya saing sesama BUMN.