REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menekankan, utang merupakan alat untuk mencapai tujuan, yaitu menjaga momentum pertambahan ekonomi di kisaran lima persen. Apabila ekonomi memang sedang melemah yang berdampak pada pelebaran defisit anggaran, maka penarikan utang dilakukan sebagai salah satu bentuk dukungan.
Namun, Suahasil menekankan, utang yang ditarik pemerintah tersebut bukan berarti digunakan secara sembarang. Utang untuk menutupi defisit itu akan digunakan dengan baik untuk anggaran yang bersifat produktif.
"Untuk belanja yang memang memberikan dukungan untuk pertumbuhan ekonomi," tuturnya dalam acara Bank Mandiri Market Outlook di Jakarta, Rabu (4/12).
Di sisi lain, Suahasil menambahkan, pemerintah berkomitmen menjaga keseimbangan komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Baik itu dari sisi penerimaan, belanja dan pembiayaan, termasuk utang sebagai alat.
Suahasil mengakui, utang pada 2019 mengalami penambahan. Penyebabnya, defisit anggaran yang melebar dari semula direncanakan di tingkat 1,84 persen menjadi 2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sampai akhir tahun. Perlambatan perekonomian global yang berdampak pada penurunan penerimaan pajak menjadi faktor utamanya.
Pelebaran defisit menjadi sesuatu yang tidak bisa ditampik. Pasalnya, Suahasil menjelaskan, pemerintah tidak dapat memotong belanja, meskipun penerimaan perpajakan mengalami shortfall atau kurang dari proyeksi.
"Kalau kita potong anggaran, justru penurunan pertumbuhan ekonomi semain cepat," ujarnya.
Untuk menghindari penurunan itu, Suahasil menuturkan, pemerintah tetap mendorong kementerian/ lembaga melakukan belanja secara produktif dan efisien. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi Suahasil dapat menyentuh angka 5,05 persen hingga akhir 2019.
Kondisi menantang diakui Suahasil akan tetap berlangsung pada tahun depan. Tensi dagang antara Amerika Serikat dengan Cina tetap berlangsung, sementara hasil akhir Brexit masih dipertanyakan. Negara ekonomi terbesar ketiga dunia, Jepang pun mulai mengalami perlambatan yang diiringi dengan negara lain di Eropa.