REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berupaya meningkatkan kinerja perusahaan-perusahaan negara pada masa mendatang. Hal ini menyangkut banyaknya anak usaha BUMN yang merupakan budaya kroni dari oknum dan pensiunan.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi kepada jajaran petinggi BUMN guna memperbaiki kinerja perusahaan-perusahaan negara. “Jangan BUMN diisi oleh hanya orang-orang (pensiunan), mohon maaf saya bukan anti orang tua,” ujarnya usai acara Marketeer Award dari Mark Plus di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu (4/12).
Menurutnya saat ini BUMN sudah tidak sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo untuk membuka lapangan pekerjaan. Sebab, dominasi orang-orang BUMN masih banyak diisi pensiunan atau orang tua.
“Kalau diisi semua pensiunan sedangkan 58 persen penduduk Indonesia di bawah 35 tahun. Artinya kan tidak membuka lapangan kerja,” ucapnya.
Erick menegaskan pihaknya tak membutuhkan direksi BUMN yang keminter alias sok pintar dan bekerja hanya akal-akalan saja. “Kalau mereka sendiri mengkritisi tapi kerja di BUMN bukan saya anti dikritisi, harus dikritis tapi langsung. Jangan lewat media karena dia bekerja di BUMN, tidak etis, orang cari makannya di BUMN,” tegasnya.
Menurut Erick jika ada direksi BUMN yang ingin menyampaikan kritik artinya mengkritisi dirinya sendiri, sehingga tidak memberikan solusi. “Kalau mereka tidak loyal ya tidak usah di BUMN jadi saja swasta. Saya juga tidak mau direksi keminter, direksi akal-akalan,” ucapnya.
Erick menambahkan pihaknya membutuhkan orang yang dapat bekerja sama dan memiliki prinsip gotong royong, sehingga menciptakan kebersamaan dan memiliki kepintaran secara menyeluruh. Ada tiga hal yang harus dimiliki oleh direksi BUMN antara lain akhlak yang baik, loyalitas, dan solid bekerja sama.
"Akhlak karena ini kan amanah, ketika dikasih kesempatan memimpin musti akhlaknya dulu baik. Kedua punya loyalitas, kalau mereka tidak loyal ya tidak usah di BUMN jadi swasta saja,” ucapnya.
Ke depan, pihaknya juga berupaya akan mengembalikan BUMN ke bisnis inti atau core business. Erick mencontohkan keberadaan PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero) yang memiliki permasalahan sejak 1994 ketika me-leasing pesawat terbang yang jumlahnya sepuluh. "Bayangkan seperti PT PANN, bahwa direksinya baru tapi ada problem dari tahun 1994," ucapnya.
Dalam hal ini, Erick mengaku tidak fair jika menyalahkan direksi yang terhitung baru menjabat. Namun persoalannya terletak pada pengembalian bisnis inti perusahaan tersebut. “Padahal PT PANN didirikan untuk leasing kapal laut bukan kapal udara," ucapnya.