Rabu 04 Dec 2019 10:11 WIB

Pertumbuhan Sektor Jasa Jepang Kembali Positif

Sektor jasa Jepang naik tipis dari 49,7 ke 50,3 pada November.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Suasana malam hari di Nagoya, Jepang, Selasa (2/12). Data dari Bank Jibun Jepang dan IHS Markit memperlihatkan, Purchasing Manager Index (PMI) Jepang pada November naik tipis menjadi 50,3 dari 49,7 pada Oktober.
Foto: AP Photo/Lee Jin-man
Suasana malam hari di Nagoya, Jepang, Selasa (2/12). Data dari Bank Jibun Jepang dan IHS Markit memperlihatkan, Purchasing Manager Index (PMI) Jepang pada November naik tipis menjadi 50,3 dari 49,7 pada Oktober.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Sektor jasa Jepang kembali ke pertumbuhan normal pada November setelah mengalami penyusutan pada bulan sebelumnya. Hanya saja, tren ini belum cukup meyakinkan untuk mampu memperbaiki kondisi ekonomi Jepang yang tengah tertatih di ambang kontraksi. 

Data dari Bank Jibun Jepang dan IHS Markit memperlihatkan, Purchasing Manager Index (PMI) Jepang pada November naik tipis menjadi 50,3 dari 49,7 pada Oktober. Penyebabnya, terjadi peningkatan moderat dalam pembentukan bisnis baru dan ekspektasi bisnis. 

Baca Juga

Dilansir Reuters, Rabu (4/11), angka PMI di atas 50 menunjukkan bahwa sektor jasa Jepang masih mengalami ekspansi. Hanya saja, realisasinya masih di bawah ekspektasi awal, yakni 50,4.

Ekonom di IHS Markit, Joe Hayes, menjelaskan bahwa aktivitas pertumbuhan tersebut mampu mengimbangi perlambatan signifikan dari manufaktur. Hanya saja, dampaknya masih terlampau terbatas bagi ekonomi Jepang. 

"Berdasarkan data survei sejauh ini hingga kuartal keempat, kontraksi ekonomi tampaknya akan terjadi mengingat kita sudah memasuki penghujung tahun," tutur Hayes. 

Data PMI menunjukkan, pesanan ekspor baru tumbuh pada laju paling lambat dalam lima bulan terakhir. Dunia usaha mengatakan, mereka melihat penurunan permintaan dari beberapa negara mitra termasuk Korea Selatan dan Rusia.

Agar ekonomi Jepang tetap stabil, pemerintah sedang mempersiapkan paket stimulus ekonomi senilai 120 miliar dolar AS. Rencana ini disampaikan oleh dua sumber yang memahami permasalahan tersebut kepada Reuters, Selasa (3/12). 

Jepang, ekonomi terbesar ketiga di dunia, mengalami guncangan. Pada kuartal ketiga, pertumbuhan ekonomi mereka memasuki laju paling lemah dalam setahun terakhir. Penyebabnya, perang dagang antara Amerika dengan Cina dan permintaan global yang lemah hingga menahan laju pertumbuhan ekspor Jepang.

Kekhawatiran akan kondisi pelemahan ekonomi Jepang menguat dengan kebijakan kenaikan pajak penjualan pada 1 Oktober. Para pembuat kebijakan cemas regulasi itu mampu menghantam konsumsi swasta dan menahan ekonomi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement