Selasa 03 Dec 2019 21:57 WIB

Tim Pantau Awasi Gas Melon Agar tak Lebihi HET

Tim akan melibatkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) setempat agar harga tetap stabil

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Gita Amanda
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, Pertamina, dan Hiswanamigas membentuk tim terpadu untuk mengawasi pergerakan harga elpiji (melon), agar tidak melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, Pertamina, dan Hiswanamigas membentuk tim terpadu untuk mengawasi pergerakan harga elpiji (melon), agar tidak melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, Pertamina, dan Hiswanamigas membentuk tim terpadu untuk mengawasi pergerakan harga elpiji (melon), agar tidak melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Tim akan melibatkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) setempat, agar harga tetap stabil.

 

Ketiga stakeholder tersebut menggelar rapat terbatas, untuk mengevaluasi HET elpiji untuk rakyat miskin tersebut di ruang Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Lampung, Selasa (3/12). Rapat dipimpin Asisten II Taufik Hidayat dihadiri unsur pimpinan Pertamina dan Hiswanamigas.

Tim akan memantau pangkalan-pangkalan elpiji melon yang ada di Lampung, agar tidak terjadi kenaikan harga sepihak, sehingga memberatkan masyarakat miskin untuk mendapatkan haknya. Selain itu, tim juga bertugas mengawasi mata rantai distribusi gas melon tersebut, hingga beberapa tangan yang menyebabkan harga melonjak.

Taufik Hidayat mengatakan, dalam rapat tersebut telah menyepakati HET elpiji melon tersebut yaitu Rp 18 ribu per tabung. Harga tersebut telah disepakati namun harus adanya konsistensi agar masyarakat mendapatkan gas melon sesuai harga HET yang ditetapkan.

"Perlu adanya pengawasan yang terukur dan terencana oleh semua stakeholder yang berkepentingan dalam pendistribusian elpiji tiga kilogram. Agar masyarakat mendapatkan elpiji tersebut sesuai dengan HET yang sudah ditentukan,” ujar Taufik, yang pernah menjabat pelaksana tugas Sekdaprov Lampung.

Menurut Taufik, upaya pengawasan dan pemantauan tersebut akan melibatkan Bumdes sebagai penyalur gas melon dengan harga standar yang telah ditetapkan pemerintah. “Hal ini dilakukan agar tidak terjadinya penyimpangan harga jika sudah terlalu banyak tangan,” ujarnya.

Dia mengatakan, banyaknya penyimpangan distribusi elpiji kepada pihak yang tidak berhak menerimanya, mengakibatkan harga gas melon rakyat miskin tersebut melonjak di atas HET berkisar RP 20 ribu hingga Rp 25 ribu per tabung.

Padahal, harga gas melon untuk HET mencapa Rp 16.500 per tabung di pangkalan resmi. Hal ini tidak sesuai Keputusan Gubenur Lampung Nomor G/195/B.IV/HK/2015 tentang penyesuaian HET elpiji tabung 3 Kg di Provinsi Lampung.

Ketua Hiswana Migas Lampung Subhan Efendi menegaskan, ada kesepakatan kontrak yang diberikan Pemprov Lampung. Isi kontrak tersebut menyebutkan, pendistribusian elpiji tabung melon tersebut akan dibagi–bagi lagi, sehingga pengecer mendapatkan porsi 30 persen dan masyarakat 70 persen.

“Jadi tugas kami melihat terjadi kelebihan atau tidak di pengecer. Jika lebih dari 30 persen akan kami potong, kalau mereka tetap melanggar, maka kami akan memberikan hukuman kepada pelanggar itu,” ujar Subhan.

Pertamina menyampaikan mereka akan mengadakan One Village One Outlet, agar pengecer tidak meluap atau melebih kapasitas. Sehingga masyarakat mendapatkan harga gas melon sesuai HET.

Pertamina juga menyampaikan di dalam kontrak kerjasama  dengan agen, yakni kewajiban memberikan pembinaan terhadap pangkalan. Jika ditemukan adanya penyelewengan dan berulang, maka pangkalan yang bermasalah akan ditindak agen yang bersangkutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement