Sabtu 30 Nov 2019 02:10 WIB

Biaya Produksi Beras di Indonesia Lebih Tinggi dari Vietnam

Biaya produksi beras di Indonesia dua kali lipat lebih tinggi daripada Vietnam.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Reiny Dwinanda
Sawah. Biaya produksi beras di Indonesia dua kali lipat lebih tinggi daripada Vietnam.
Foto: Antara/Anis Efizudin
Sawah. Biaya produksi beras di Indonesia dua kali lipat lebih tinggi daripada Vietnam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Pertanian Universitaas Lampung, Bustanil Arifin, mengungkapkan bahwa biaya produksi beras di Indonesia dua kali lipat lebih tinggi dibanding Vietnam. Negara tetangga di Asia Tenggara itu juga menjadi produsen utama beras dunia.

Hal itu terungkap berdasarkan hasil penelitian dari International Rice Research Institute (IRRI) 2016. Penelitian tersebut menyingkap bahwa biaya produksi beras Indonesia menjadi yang paling mahal dari enam besar produsen beras utama di dunia.

Baca Juga

"Beras kita tidak kompetitif karena biaya produksi kita lebih mahal. Biaya produksi kita dua setengah kali lipat dibanding Vietnam," kata Bustanul dalam Diskusi Kebijakan Untuk Harga Beras yang Lebih Terjangkau oleh Center for Policy Studies (CIPA) di Hotel Aston Kuningan, Jakarta, Jumat (29/11).

Bustanul menjelaskan, biaya untuk memproduksi satu kilogram beras di Indonesia mencapai Rp 4.079 per kilogram (kg). Angkanya jauh lebih tinggi dari Vietnam sebesar Rp 1.679 per kg. Sementara itu, harga produksi beras di Thailand juga masih di bawah Indonesia sebesar Rp 2.291 per kg.

Demikian juga India dengan biaya produksi beras Rp 2.306 per kg, Filipina Rp 3.224 per kg, dan Cina Rp 3.661/kg. Lebih detail, Bustanul memaparkan, dari total biaya produksi, biaya sewa lahan adalah yang paling mahal, yakni mencapai Rp 1.716 untuk menghasilkan satu kilogram beras.

Selanjutnya, upah buruh lepas menjadi komponen terbesar kedua pembentuk biaya produksi. Besarannya hingga Rp 1.115 untuk menghasilkan satu kilogram beras.

"Sewa lahan jadi mahal karena lahan padi saat ini makin terdesak. Lahan kelas satu pasti lebih mahal. Upah buruh kita relatif mahal karena jarang. Inden (pesan) bisa sebulan," ujarnya.

Bustanul mengatakan, belum diketahui pasti hingga kapan Indonesia akan menduduki posisi tertinggi biaya produksi padi. Menurut dia, solusi untuk menurunkan biaya produksi hanya dengan penggunaan teknologi untuk mekanisasi pertanian.

Penggunaan teknologi yang masif bakal secara langsung meningkatkan efisiensi usaha tani di dalam negeri. Selain itu, hal yang tak boleh luput oleh pemerintah adalah regenerasi petani di Indonesia.  Sebab, jumlah dan usia petani saat ini menunjukkan adanya keharusan untuk memunculkan para petani muda di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement