Selasa 26 Nov 2019 09:05 WIB

Realisasi Proyek Pembangkit Listrik 35 GW Baru 11 Persen

PLN mengebut pengerjaan proyek pembangkit listrik 35 GW ini sesuai arahan presiden.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Plt Direktur Utama PLN, Sripeni Inten Cahyani (Kanan)
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Plt Direktur Utama PLN, Sripeni Inten Cahyani (Kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencatat progres proyek pembangkit listrik 35 gigawatt (GW) hingga penghujung tahun 2019 baru terealisasi 11 persen. Padahal, targetnya pada 2024 mendatang proyek 35 GW ini tuntas 100 persen.

Plt Direktur Utama PLN, Sripeni Inten Cahyani menjelaskan hingga Oktober 2019, proyek 35 GW yang sudah komisioning baru 3,9 GW atau sebelas persen dari total seluruh proyek.

Baca Juga

"Mengenai progres pembangunan pembangkit 35.000 megawatt dan juga transmisi kami sampaikan bahwa progres pembangunan tersebut sampai dengan Oktober 2019 adalah sebesar 11 persen atau setara 3.946 megawatt pembangkit tersebut sudah beroperasi atau commercial operation date (COD)," ujar Sripeni di DPR, Senin (25/11).

Sedangkan sisanya, sebesar 65 persen dari proyek 35 GW tersebut adalah sebesar 23 GW masih dalam tahap konstruksi. Dari 23 GW proyek tersebut 18,3 GW dikerjakan oleh  IPP sedangkan PLN mengerjakan 4,8 GW.

"Kami laporkan saat ini prosesnya sudah 65 persen. 23 GW sudah masuk tahap konstruksi," ujar Sripeni.

Sedangkan 20 persen atau 6.877 megawatt dalam masa financial close. Sisanya, masih dalam fase perencanaan dan inisiasi di proses pengadaan.

Sripeni juga menjelaskan untuk pembangunan yang dilakukan oleh PLN sendiri untuk di beberapa daerah akan komisioning pada 2020 mendatang. Antara lain adalah proyek listrik yang di Sumatera dan Aceh masing masing sebesar 250 MW.

"Saat ini progres pembangunannya sudah 84,8 persen," ujar Sripeni.

Ia juga menjelaskan PLN memang mengebut pengerjaan proyek 35 GW ini sesuai arahan Presiden Jokowi. Hanya saja, kata Sripeni selain menyelesaikan pembangunan PLN perlu juga didukung untuk bisa meningkatkan permintaan konsumsi listrik.

"RUPTL kita cek, mudah mudahan terserap. Karena kalau tidak bagaimana mungkin kita membangun tapi tidak ada demand, padahal kan ada cost of fund," ujar Sripeni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement