Senin 25 Nov 2019 11:08 WIB

Atasi Kematian Babi, DPR dan Pemerintah Lakukan Antisipasi

Tercatat kematian babi di Sumut September hingga November mencapai 10 ribu ekor.

Peternakan babi.
Foto: Kementan
Peternakan babi.

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Merespons peristiwa kematian babi di Provinsi Sumatera Utara, Kementerian Pertanian yang diwakili Kepala Badan Karantina Pertanian, Ali Jamil, dan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita dampingi Ketua dan Anggota Komisi IV DPR RI lalukan kunjungan kerja spesifik ke Provinsi Sumatera Utara. Tercatat sejak bulan September-November 2019 kematian babi di Provinsi Sumatera Utara telah mencapai 10 ribu ekor.

"Sebenarnya kami tidak ada jadwal ke Sumatera Utara, namun melihat kondisi kematian babi di Sumut terus meningkat, kami ingin mengetahui kondisi sebenarnya, dan kita cari solusi bersama," ujar Sudin, Ketua Komisi IV DPR RI di kantor Gubernur Sumut, Jumat (22/11).

Baca Juga

Pada kesempatan kunjungan kerja spesifik ini Sudin menanyakan upaya penanggulangan apa saja yang telah dilakukan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, menerangkan bahwa kematian babi yang terjadi di Sumut saat ini disebabkan oleh virus hog cholera dan indikasi virus ASF. Pihaknya telah melakukan langkah-langkah penanganan terhadap kematian babi di 14 kabupaten agar virus tidak menyebar ke wilayah-wilayah lain.

"Kami telah menginstruksikan para bupati dan dinas terkait agar membantu para peternak babi dalam menangani babi yang sakit atau mati dan memastikan babi-babi tersebut tidak terjadi pergerakan ke luar wilayah tersebut," terang Gubernur Sumut.

Sementara Kepala Badan Karantina Pertanian, Ali Jamil juga menjamin telah melakukan upaya pencegahan masuknya virus ASF dari luar negeri. "Petugas Karantina Pertanian telah melakukan pengetatan pengawasan di seluruh pintu-pintu pemasukan wilayah Indonesia. Setiap produk daging babi yang dibawa penumpang ataupun sisa makanan/catering pesawat yang datang dari negara tertular semuanya dipastikan untuk dimusnahkan," ujar Jamil.

Adapun I Ketut Diarmita menerangkan bahwa sejak menerima laporan tentang adanya kematian ternak babi pada akhir bulan September 2019, Kementan langsung menurunkan Tim Respon Cepat bersama dinas yang membidangi fungsi PKH Provinsi Sumatera Utara dan kabupaten/kota terdampak guna melakukan investigasi dan menangani kasus tersebut.

Dirjen PKH juga menjelaskan bahwa dalam rangka mempercepat informasi pelaporan dan respon penanganan terhadap babi sakit, mati, ataupun aduan adanya pembuangan babi mati ke sungai ataupun tempat lain, Kementan dan pemda telah mengaktifkan Posko di setiap kabupaten/kota terdampak serta di tingkat provinsi.

"Adanya posko ini diharapkan dapat mengoptimalkan penanganan kasus. Saya

menghimbau kepada masyarakat agar memanfaatkan keberadaan Posko tersebut untuk menyampaikan informasi terkait kasus babi yang sakit, mati, atau dibuang sembarangan," terang Ketut.

Sementara untuk menyetop lalu lintas babi dan produknya dari Provinsi Sumatera Utara, pihaknya belum dapat melakukan jika belum ada ketetapan terjadi wabah di Propinsi Sumut.

"Saat ini saya minta agar dinas peternakan Propinsi Sumut tidak lagi menerbitkan SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan) bagi babi dan produknya yang akan keluar Sumut, sehingga petugas karantina pertanian dapat melarang babi dan produknya asal Sumut dilalulintaskan," tambahnya.

Jamil juga menerangkan bahwa pengawasan lalulintas babi dan produknya antar wilayah akan diperketat untuk mencegah perluasan kasus ke luar dari Provinsi Sumut.

Sumatera Utara memiliki populasi babi terbesar ke 2 setelah NTT. Ketua Komisi IV DPR RI mendorong Kementan untuk segera menetapkan status Propinsi Sumatera Utara agar langkah penanggulangan bencana ini dapat lebih spesifik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement