Kamis 21 Nov 2019 14:12 WIB

Penguatan BMT Mendesak Dilakukan

Produk dan sistem jaminan sangat mempengaruhi kinerja dan keberlangsungan BMT.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Seorang teller melayani nasabah di Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Seorang teller melayani nasabah di Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penguatan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) mendesak dilakukan sesegera mungkin. Pengamat dan pelaku industri keuangan mikro syariah, Ahmad Subagyo menyampaikan sebenarnya rumusan model penguatan BMT sudah ada dalam bentuk Islamic Microfinance Model (ISM).

"Ada 16 variabel yang sangat berpengaruh ke performa kerja BMT," kata dia dalam Indonesia Islamic Microfinance Leaders Forum yang digelar Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) di Aryaduta Hotel, Jakarta, Rabu (20/11).

Baca Juga

Dari semuanya, ada dua variabel yang paling berpengaruh signifikan menurut analisis. Berdasarkan studi literasi ISM tersebut, produk dan sistem kolateral atau jaminan sangat mempengaruhi kinerja dan keberlangsungan BMT.

Beberapa penelitian juga memotret tren penggunaan akad dalam operasional lembaga pembiayaan mikro syariah. Di negara-negara yang sudah maju, penggunaan akad syirkah atau musyarakah lebih dominan daripada akad jual beli atau murabahah.

"Ada kolerasi signifikan saat dikaitkan dengan pendapatan per kapita, kalau pendapatan per kapitanya bagus, maka musyarakah menjadi lebih dominan," katanya.

Ahmad menyampaikan saat kondisi ekonomi penduduk makmur, maka mereka lebih berani menggunakan akad bagi hasil ini. Sementara di negara berkembang, akad jual beli lebih banyak digunakan karena lebih pasti nilainya.

Ia menyampaikan ini bukan masalah mana yang lebih baik. Ini hanya memotret kondisi pasar yang terus berkembang. Indonesia yang lebih banyak menggunakan akad murabahah menandakan bahwa penduduknya masih lebih memilih transaksi yang pasti.

Dari sisi kolateral, Ahmad menyampaikan BMT juga harus pandai memposisikan diri di ekosistem pasar. Ia menilai posisi BMT adalah melayani pembiayaan untuk micro entreprise sehingga keahliannya berbeda dengan lembaga keuangan yang melayani perusahaan-perusahaan atau segmen besar.

"Kalo merubah segmen atau naik, melayani yang middle up itu biasanya mulai banyak yang macet atau default," katanya.

Saat aset sudah lebih dari Rp 50 miliar dan BMT mencoba-coba pembiayaan di sektor properti, maka risikonya meningkat drastis. Maka dari itu, Ahmad menilai perlu kesepakatan bersama terkait penguatan peran BMT sesuai dengan posisi mandatnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement