Kamis 21 Nov 2019 02:45 WIB

'Modal Asing Tetap Mengalir, Inflasi Menguat Tahun Depan'

Bank sentral dinilai akan melonggarkan kebijakan moneter yang mendorong pertumbuhan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Inflasi
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Inflasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah memprediksi, aliran modal asing tetap akan mengalir masuk ke Indonesia pada tahun depan. Faktor utamanya, arah kebijakan bank sentral yang akan lebih dovish, termasuk di tengah kondisi perlambatan global.

Piter mengatakan, kondisi global pada tahun depan masih dirundung ketidakpastian. Tapi, di balik itu, ia optimistis bahwa arah kebijakan Bank Indonesia (BI) maupun bank sentral di negara lain lebih melonggarkan kebijakan moneter seperti dengan menurunkan suku bunga acuan. "Dampaknya, aliran modal asing bisa diprediksikan tetap mengalir masuk," ujarnya dalam diskusi CORE Economic Outlook 2020 di Jakarta, Rabu (20/11).

Prediksi tersebut semakin kuat mengingat imbal hasil surat berharga negara di Indonesia masih menarik, yaitu di atas enam persen. Piter menyebutkan, dengan aliran modal positif, rupiah tampaknya akan berada di kondisi aman dan cenderung menguat dibandingkan tahun ini. Ia memprediksi, nilai tukar rupiah berkisar antara Rp 13.900 hingga Rp 14.100 per dolar AS.

Dengan aliran modal yang masuk, Piter memperkirakan, BI masih memiliki ruang untuk melanjutkan penurunan suku bunga acuan. Tapi, dampaknya ke ekonomi dan invstasi tidak akan cukup tinggi mengingat likuiditas yang masih ketat. "Penurunan suku bunga saja tidak cukup dorong pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Piter berharap, BI dapat melakukan kebijakan lebih ekspansif. Apabila BI sudah berupaya menyeimbangkan antara kebijakan kontraktif dan ekspansif sepanjang 2019, tahun depan BI harus menerapkan kebijakan moneter lebih ekspansif. Langkah ini dinilai dapat efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tidak hanya itu, kebijakan moneter juga harus diimbangi dengan pelonggaran fiskal. Jika tidak diimbangi seperti saat ini, Piter mengatakan, pertumbuhan kredit akan terbatas meskipun membaik.

Di sisi lain, Piter mengatakan, pemerintah masih memiliki tugas besar untuk mengantisipasi kenaikan inflasi pada tahun depan. Hal ini mengingat adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan biaya cukai rokok, mengurangi subsidi dan menaikkan iuran BPJS Kesehatan. "Tapi, saya rasa masih di range target pemerintah, 3,5 persen plus minus satu persen,' katanya.

Tantangan kedua adalah kondisi neraca perdagangan dan transaksi berjalan yang masih mengalami defisit sehingga menekan neraca pembayaran. Piter mengatakan, neraca transaksi modal dan finansial masih akan menjadi penolong agar defisit tidak terlalu dalam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement