Rabu 20 Nov 2019 20:13 WIB

Jokowi: Hilirisasi Tambang Solusi Defisit Perdagangan

Dengan hilirisasi dan industrialisasi, diharapkan defisit perdagangan bisa selesai.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju menerima delegasi Asosiasi Indonesia-Jepang (JAPINDA) yang dipimpin mantan Perdana Menteri Jepang Fukuda Yasuo (kiri) di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju menerima delegasi Asosiasi Indonesia-Jepang (JAPINDA) yang dipimpin mantan Perdana Menteri Jepang Fukuda Yasuo (kiri) di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (20/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menagih komitmen para pelaku usaha pertambangan untuk melakukan hilirisasi dan industrialisasi komoditas. Di hadapan para pengusaha pertambangan yang menghadiri Indonesia Mining Award, Rabu (20/11), Jokowi 'menodong' para pelaku industri untuk merealisasikan pengolahan mineral mentah, seperti nikel, menjadi produk setengah jadi sebelum diekspor. Jokowi meyakini, munculnya nilai tambah hasil hilirisasi tambang mampu mendongkrak nilai ekspor sekaligus menekan impor produk olahan tambang.  

"Saya ajak untuk memulai proses barang tambang kita menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Sehingga negara kita memiliki nilai tambah dan memiliki multiplier effect yang besar dan tentu saja penciptaan lapangan kerja yang dibutuhkan masyarakat," ujar Jokowi.

Jokowi pun mengingatkan bahwa amanat hilirisasi sudah jelas tertuang dalam UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Dalam aturan ini, pemerintah memberi tenggat waktu bagi pelaku usaha untuk menyiapkan fasilitas pengolahan, sebelum akhirnya diterapkan larangan ekspor mineral mentah, termasuk nikel.

"Namun ada rilaksasi menjadi tahun 2022. Jangan dipikir saya ngga ngerti. Kita semuanya bersiap diri menuju ke sana. Kalau ada masalah yang berkaitan dengan pendanaan mari kita bicara. Saya bisa carikan solusi kalau diperlukan," kata Jokowi lagi.

Persoalan defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan (CAD/Current Account Deficit) memang menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah selama dua tahun terakhir. Kinerja perdagangan nasional, selalu minus sejak 2018 lalu. Jokowi ingin sektor pertambangan memberikan kontribusi lebih besar untuk meningkatkan kinerja ekspor.

"Saya hitung, kalau semuanya menuju hilirasasi dan industralisasi, saya yakin tak sampai 3 tahun, semua problem defisit bisa diselesaikan. Itu hanya satu komoditas saja. Yang namanya nikel. Belum berbicara masalah timah, batubara, tembaga," kata Jokowi.

Jokowi juga mengingatkan, hilirisasi juga dilakukan demi memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Misalnya, hilirisasi nikel yang bisa menghasilkan bahan utama baterai lithium. Di saat yang sama, ujar Jokowi, Indonesia sedang berlari mengejar produksi mobil listrik dengan sumber energinya adalah baterai lithium.

"Kalau kita bahannya ada, ngapain kita ekspor. Buat saja di sini. Teknologi yang belum ada, gandeng jadikan partner. Jangan kita ndak mau berpartner dengan mereka. Sehingga kita bisa produksi yang namanya lithium baterai," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement