Jumat 15 Nov 2019 13:57 WIB

Soal Revisi PP 109/2012, Gaperoma Sejalan dengan Kemenperin

Saat ini yang diperlukan adalah pengawasan dan penegakan hukum atas PP tersebut.

Pekerja memeriksa kekeringan daun tembakau saat penjemuran di Muntilan, Jawa Tengah. (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Pekerja memeriksa kekeringan daun tembakau saat penjemuran di Muntilan, Jawa Tengah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya menolak rencana revisi PP 109/102. Gaperoma mengaku tidak mendapatkan informasi secara resmi dari Kementerian Kesehatan sebagai pemrakarsa revisi PP tersebut.

“Jika usulan yang diajukan dalam revisi PP 109/2012 diterapkan, pasti kian mengancam keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) Indonesia. Ini terjadi karena tidak adanya keterbukaan dari Kemenkes sebagai perwakilan pemerintah yang tidak membuka pintu diskusi ataupun mempertimbangkan pandangan para pelaku industri,” ujar Sulami Bahar Ketua Umum Gapero Surabaya di Jakarta Jumat (14/11).

Beberapa tahun terakhir, Sulami mengatakan, IHT mengalami penurunan signifikan karena berbagai tekanan, termasuk kenaikan cukai yang sangat tinggi. Revisi PP 109/2012 akan memperburuk kondisi. Ia khawatir jutaan orang yang berada pada mata rantai industri ini terancam kehilangan mata pencaharian.

Sulami menambahkan, Gaperoma keberatan atas usulan revisi Kemenkes yang diungkap di media, seperti memperbesar Graphic Health Warning (GWH) dan pelarangan bahan tambahan yang dianggap oleh sebagian pihak dapat menjawab permasalahan tingkat prevalensi perokok.

Gaperoma menilai, pengendalian perokok di bawah umur baiknya dengan cara berperan aktif dalam memberikan edukasi risiko rokok sekaligus pencegahan akses penjualan rokok kepada anak. “Ini mestinya jadi perhatian Pemerintah untuk bertindak. Yang terjadi saat ini, Pemerintah khususnya Kemenkes memojokkan dan menyalahkan industri dengan menetapkan peraturan-peraturan yang kian eksesif, namun tidak menyentuh permasalahan utama yang terjadi,” kata Sulami.

Menurut Sulami, IHT sepenuhnya terbuka dan bersedia mendukung pemerintah dalam pengendalian konsumsi rokok untuk menekan prevalensi konsumen di bawah umur. Industri tembakau adalah industri legal yang menjadi sumber mata pencaharian lebih dari 6,1 juta masyarakat Indonesia.

"Dengan kondisi yang semakin menurun, sudah semestinya Pemerintah memberi perlindungan dalam hal kepastian usaha, dan tidak menetapkan berbagai peraturan eksesif yang selalu berubah-ubah yang tentunya juga berimpak negatif terhadap iklim investasi nasional sebagaimana yang selalu dipromosikan oleh presiden,” jelas Sulami.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menolak rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi kesehatan. Perihal yang diatur dalam PP 109/2012 saat ini dinilai sudah cukup untuk mengendalikan konsumsi rokok di masyarakat.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim menjelaskan, saat ini yang diperlukan adalah pengawasan dan penegakan hukum atas peraturan pemerintah tersebut. “Kemenperin memandang revisi PP Nomor 109/2012 belum diperlukan karena sejak aturan tersebut diberlakukan produksi rokok turun dari 348 miliar batang pada tahun 2015 menjadi 332 miliar batang pada tahun 2018,“ kata Rochim di Jakarta.

Sikap Gaperoma sejalan dengan asosiasi lainnya seperti Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), dan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi). Mereka kompak menolak rencana revisi PP 109/2012 yang dimunculkan Kemenkes. Mereka menganggap keinginan revisi terkesan muncul tergesa–gesa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement