REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penetrasi ponsel cerdas memberi ruang bagi tumbuhnya ekosistem layanan konsumen berbasis aplikasi. Pertumbuhan telepon seluler juga mendorong pertumbuhan transaksi elektronik.
Hasil survei inklusi keuangan Dewan Nasional Keuangan Indonesia (DNKI) menunjukkan, penggunaan uang elektronik pada 2018 meningkat empat kali lipat dibandingkan 2016. "Adopsi aplikasi ponsel mendorong peningkatan jumlah pengguna uang elektronik khususnya di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia," tulis laporan DNKI seperti yang diterima Republika.co.id, Kamis (14/11).
Penggunaan uang elektronik oleh orang dewasa pada 2016 hanya 0,4 persen. Pada 2018, jumlahnya meningkat menjadi 4,7 persen. Pengguna uang elektronik berbasis seluler kebanyakan adalah orang dewasa muda yang tinggal di daerah perkotaan.
Kebanyakan, mereka menggunakan uang elektronik secara rutin. Sebanyak 58,7 persen orang dewasa menggunakan uang elektronik untuk melakukan transaksi dalam sepekan terakhir.
Namun, dari 6.695 orang dewasa (usia di atas 15 tahun) yang disurvei, hanya 25 persen penduduk dewasa yang mengaku dapat melakukan transaksi keuangan melalui aplikasi. Sisanya, pemilik telepon seluler menggunakannya untuk menelepon, menerima pesan dan bermedia sosial.
Sebanyak 85 persen pengguna uang elektronik berbasis seluler memiliki akun bank. Namun, sebagian besar memilih mengisi ulang uang elektroniknya di minimarket. "Menjadikan uang elektronik berbasis seluler sebagai pintu kepada beragam layanan sangat penting untuk membangun kebermanfaatan alat pembayaran tersebut," tulis laporan itu.