Rabu 13 Nov 2019 10:43 WIB

HIPMI Tawarkan Revisi DNI Secara Terbatas

Revisi DNI harus dilakukan hati-hati, mempertimbangkan perlindungan UKM.

Rep: Ali Mansur/ Red: Friska Yolanda
Ketua BPP HIPMI  Mardani H. Maming kiri dan Ketua Umum BPD HIPMI Jaya, Afifuddin Suhaeli Kalla (kanan).
Foto: hipmi
Ketua BPP HIPMI Mardani H. Maming kiri dan Ketua Umum BPD HIPMI Jaya, Afifuddin Suhaeli Kalla (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Daftar Positif Investasi (DPI). Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) tidak keberatan dengan kebijakan itu. Dengan catatan, kebijakan itu mampu memperkuat Usaha Kecil Menengah lokal dan mendorong sinergitas.

“Pada prinsipnya kita tidak dalam posisi menolak atau mendukung. Yang terpenting revisi ini mampu memperkuat dan mendorong sinergitas dengan pelaku UKM dari negara lain, serta terbatas,” kata Ketua Umum BPP HIPMI Mardani H Maming dalam siaran pers, Rabu (13/11).

Maming mengingatkan agar revisi tersebut harus dilakukan secara berhati-hati dengan mempertimbangkan aspek perlindungan dan pengembangan UKM. “Ada liberalisasi tapi UKM lokal juga perlu proteksi. Keberpihakan tetap dibutuhkan agar UKM kita tidak tergilas oleh pelaku UKM dari luar,” ujar Maming.

Atas dasar itu, HIPMI menawarkan revisi terbatas terhadap DNI. Ada aspek dan bagian dari DNI yang bisa direvisi dan ada yang tetap dijaga. 

"Jadi, jangan semua direvisi,” ucap Maming.

Misalnya, batasan nilai investasi UKM asing harus dipatok, wajib bersinergi dengan UKM lokal, sektor-sektor UKM yang tidak boleh dimasuki dan mana yang boleh. Selain itu, misalnya wajib melakukan transfer teknologi dan pengetahuan, penyerapan tenaga kerja lokal, dan hanya untuk UKM-UKM berbasis teknologi tinggi.

Maming juga mendorong agar UKM mancanegara yang masuk merupakan UKM yang berorientasi ekspor serta berpartner dengan mitra lokal.

"Dia datang bawah nilai tambah bagi UKM lokal, misalnya teknologi, pasar, peningkatan sumber daya manusia, serta akses pasar ekspor," tutur Maming.

Diketahui, pemerintah kembali menggulirkan wacana revisi DNI setelah mendapat penolakan dari HIPMI pada awal 2019. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) pengganti DNI akan diterbitkan pada Januari 2020. Perpres tersebut berubah nama menjadi Daftar Positif Investasi (DPI).

Regulasi mengenai DNI saat ini tercantum dalam Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement