REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islamic Finance Development Indicators (IFDI) 2019 menempatkan Indonesia pada posisi keempat, lompat dari posisi 10 pada tahun lalu. IFDI merupakan indikator pemeringkat yang dibuat oleh Islamic Corporation for the Development of Private Sector (ICD) dari Islamic Development Bank (IDB) bekerja sama dengan Refinitiv.
Menurut laporan pengembangan keuangan Islam edisi tujuh tersebut, aset industri keuangan Islam tumbuh menjadi 2,5 triliun dolar AS pada 2018 dari 2,4 triliun dolar AS pada 2017. IFDI 2019 sengaja diluncurkan pada hari ini, Selasa (12/11) di Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2019.
Proposition Manager Refinitiv, Shaima Hassan menyampaikan Indonesia menempati peringkat keempat setelah Malaysia, Bahrain, dan Uni Emirat Arab. Menurutnya, Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat.
"Peningkatan skor IFDI mencapai 37 persen karena kinerja yang jauh lebih baik dan mulai banyaknya informasi yang bisa kami kumpulkan," kata dia dalam konferensi pers di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta.
Selama ini Indonesia tertinggal karena kurangnya informasi dan literasi terkait aktivitas keuangan syariah dalam negeri. Shaima mengatakan adanya Masterplan Ekonomi Keuangan Syariah (MEKSI) 2019-2024 membawa peningkatan signifikan terhadap skor IFDI.
Indonesia memperkenalkan MEKSI yang mencakup kerangka kerja pembangunan, strategi, dan rencana aksi untuk membantu industri memainkan peran yang lebih besar dalam perekonomian negara. Salah satu fokus khusus dari strategi ini adalah pendidikan keuangan Islam.
Selain itu Indonesia juga mengalami peningkatan karena indikator knowledge, governance dan awareness. Aset keuangan Islam Indonesia berjumlah 86 miliar dolar AS pada tahun 2018, naik lima persen dari 82 miliar dolar AS pada tahun 2017.
Shaima mengatakan IFDI menghitung skor dari lima kategori, diantaranya quantitive development, corporate social responsibility (CSR), knowledge, governance dan awareness. Skor ini juga disesuaikan dengan ukuran negara tersebut, seperti PDB.
"Jadi perlakuan dan perhitungannya juga akan berbeda antara Indonesia dengan negara-negara seperti Brunai, Malaysia," katanya.
Shaima menyarankan, Indonesia perlu melakukan beberapa hal untuk meningkatkan peringkat. Pertama, meningkatkan awareness dengan memperbanyak publikasi dalam bahasa Inggris, terkait kondisi dan aktivitas ekonomi syariah Indonesia.
Kedua, mempublikasikan setiap kegiatan CSR yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan Islam juga dalam bahasa Inggris. Ketiga, memperbanyak aktivitas lembaga keuangan syariah Indonesia dalam proyek-proyek besar dalam negeri, misal dalam pembiayaan infrastruktur.
Direktur Eksekutif Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), Ventje Rahardjo menyampaikan peningkatan peringkat Indonesia menandakan adanya pengakuan. Saran-saran yang disampaikan pun saat ini sedang dalam proses pengerjaan.
"Kita sedang perbanyak publikasi, untuk meningkatkan awareness baik bagi penduduk dalam negeri maupun luar negeri," katanya.
Ventje juga meminta bantuan dari masyarakat, industri dan media untuk memperbanyak materi terkait aktivitas ekonomi syariah di Indonesia. Selanjutnya, KNKS akan fokus pada implementasi MEKSI untuk bisa menjadikan Indonesia sebagai pemain utama ekonomi syariah global.