REPUBLIKA.CO.ID, LANGKAT -- Masalah ekonomi yang sulit membuat ibu-ibu yang kesehariannya sebagai ibu rumah tangga mencoba membantu para suami yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Pada 2015, para ibu rumah tangga bertekad berbuat sesuatu yan kreatif dan menghasilkan uang untuk membantu ekonomi keluarga dengan mendirikan Kelompok Serasi. Berawal dari delapan ibu-ibu rumah tangga mencoba menghidupkan kembali budaya menganyam yang dimiliki para wanita di Desa Lubuk Kertang.
Dengan keahlian menganyam dipoles dengan sedikit kreatifitas, mengolah gulma atau rumput purun yang banyak tumbuh di rawa-rawa menjadi berbagai macam produk kerajinan menganyam yang memiliki nilai jual seperti tas, dompet, tas laptop, cover book, folder, kotak tisu dan tikar.
"Purun dianyam, selain dibuat tikar juga menghasilkan produk kerajinan seperti tas, dompet, kotak tisu, folder dan cover book. Produk kerajinan purun tersebut dijual paling murah Rp 20 ribu hingga paling mahal Rp 100 ribu," ujar Sekretaris Kelompok Serasi, Milda Rizki di Workshop Ruang Pembelajaran Kreasi Anyaman Purun Kelompok Serasi Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumut, Jumat (8/11) lalu.
Dia mengutarakan, sebenarnya para leluhur di Desa Lubuk Kertang telah memanfaatkan purun sebagai kerajinan yakni hanya berupa anyaman tikar tradisional. "Saat ini, kami juga mengayam purun jadi tikar dengan beragam kreasi dan warna-warni. Ada tikar besar, tikar kecil dan juga tikar untuk sajadah," tutur Milda.
Ketua Kelompok Serasi, Nur Jannah mengatakan, pada awal dibentuk, anggota kelompok hanya mampu menghasilkan sembilan variasi produk dengan total produksi setahun 246 buah produk. Tahun ini, mereka sudah mampu membuat 28 variasi produk dengan total 871 produk per Oktober 2019.
"Melihat berkembangnya kelompok anyaman purun, sejumlah ibu rumah tangga lainnya turut tertarik untuk ikut berkarya. Dari delapan orang, saat ini sudah ada 12 ibu rumah tangga yang ikutan mengayam purun," jelas Nur.
Tidak hanya menjadi kelompok usaha, Kelompok Serasi telah berkembang menjadi kelompok pengajar kerajinan anyaman purun. Kemampuan mereka telah diakui banyak pihak.
"Kami telah menerima banyak tawaran dari berbagai pihak guna menularkan keahlian menganyam, mulai dari ibu rumah tangga lainnya yang belum bergabung hingga siswi SMP dan SMA," terang Nur.
Melihat potensi menganyam para ibu rumah tangga yang tergabung dalam Kelompok Serasi, PT Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu Field terjun membantu meningkatkan produksi anyaman purun sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Lubuk Kertang.
"Pada 2016, kami mendapatkan pelatihan dari PT Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu Field. Pelatihan tersebut berupa pembuatan inovasi produk kerajinan berbahan dasar purun. Kami juga banyak bantu dari sarana dan prasarana, sepertin pengadaan beberapa unit mesin jahit dan bantuan pemasaran," ungkap Nur.
Selain itu, lanjut Nur, pihaknya juga diajarkan melakukan pemasaran secara digital dengan mempromosikannya melalui akun media sosial, termasuk Instagram. "Saat ini kapasitas produksi bisa mencapai 30 buah tas perbulannya. Kapasitas produksi pun digenjot lebih banyak bila ada pesanan," terangnya.
Pangkalan Susu Field Manager PT Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu Field, Muhammad Luthfi Ferdiansyah mengatakan, program kerajinan anyaman purun adalah program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu Field yang bertujuan untuk menjaga budaya menganyam yang ada di masyarakat Desa Lubuk Kertang.
"Tentunya kami berupaya meningkatkan perekonomian masyarakat di wilayah Ring 1 khususnya Desa Lubuk Kertang," tegasnya.
Pertamina EP mulai menjalankan program tersebut berdasarkan hasil social mapping yang menyatakan bahwa terdapat masalah ekonomi di Desa Lubuk Kertang. Pertamina EP berupaya menyelesaikan masalah perekonomian dengan memadukan potensi yang ada, yaitu budaya menganyam yang dimiliki wanita Lubuk Kertang dengan sumber daya purun yang melimpah.
"Purun yang awalnya merupakan gulma bagi tanaman padi, diubah menjadi berbagai produk yang memiliki nilai jual," tutur Ferdiansyah.
Menurut Ferdiansyah, upaya memberdayakan masyarakat secara ekonomi tidak boleh lepas dari budaya dan potensi daerah itu sendiri. Budaya menganyam perlu terus dijaga sebagai kekayaan lokal masyarakat.
"Selain itu, pola pikir bahwa purun adalah masalah bagi masyarakat, kini kami ubah menjadi potensi yang bisa menjadi solusi. Memanfaatkannya purun yang tumbuh subur di persawahan warga, ikut membantu menyelesaikan permasalahan kelompok petani juga. Kini, para ibu rumah tangga di Desa Lubuk Kurtang sudah merubah gulma seikat menjadi produk memikat," pungkasnya.