REPUBLIKA.CO.ID, PAMULANG -- Kendala pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dari dahulu hingga sekarang adalah masalah permodalan. Kerap kali, usaha yang dirintis seseorang harus berhenti di tengah jalan, karena mereka tidak bisa mendapat akses pinjaman dari bank. Selain masih belum punya aset, pelaku UMKM kerap tidak memiliki harta yang dapat digadaikan demi mendapat permodalan dari bank.
Pengalaman itu juga pernah dihadapi Muhammad Khoiruddin (32 tahun), selaku pemilik CV Swacipta Karya Mulia. Ketika mengambil alih usaha di bidang perabotan dan interior sekitar enam tahun lalu, yang sebelumnya merupakan bisnis orang tuanya, ia kerap menemui tembok tebal. Sebagai orang yang belum punya pengalaman mengendalikan bisnis mebel, Khoiruddin yang memiliki banyak gagasan mengembangkan usaha kerap terbentur akses permodalan.
Sudah beberapa kali, ia harus gagal mendapat pinjaman dari bank lantaran usaha yang digelutinya di Jalan Kemiri Raya Nomor 30, Pondok Cabe Udik, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), tanahnya berstatus sewa. Hanya gedung yang dibangunnya sendiri sebagai tempat memajang hasil karya pesanan, namun tidak bisa dibuat agunan di bank. "Nah, sekitar tahun 2016, saya melihat iklan yang terpasang di mobil tentang fintech (financial technology) tertulis bisa pinjam tanpa agunan dan jaminan, saya pun mengontak nomor tersebut," ujar Khoiruddin kepada Republika.co.id, kemarin.
Tidak menunggu lama, perusahaan Modalku menindaklanjuti pesan singkat (SMS) yang dikirim Khoiruddin terkait pengajuan pinjaman, dengan mengirimkan tim untuk meninjau lokasi usaha yang digelutinya. Khoiruddin pun disurvei tentang rekam jejak CV miliknya hingga diminta rekening koran. Sebelumnya, ia juga sudah menelusuri rekam jejak Modalku di internet, hingga merasa sudah mengambil keputusan tepat. Dia perlu melakukan itu lantaran tidak terjebak dengan pinjaman yang dilakukan perusahaan yang malah memberatkan peminjam (borrower).
Menurut Khoiruddin, proses yang dilakukan perusahaan teknologi finansial itu sama seperti yang dilakukan staf marketing bank. Selama ini, pengalaman yang didapatnya, pinjaman yang diajukannya ke bank atau jasa keuangan lainnya, selalu ditolak dengan alasan tidak punya aset atau jaminan. Pun ia juga tidak punya sertifikat tanah atau BPKB mobil. "Prosesnya cepat, pengajuan saya akhirnya diterima. Saya pinjam Rp 150 juta tanpa agunan apapun, dan saya dikasih rekening giro, dan diingatkan setiap tanggal 12 jatuh tempo," ucap Khoiruddin.
Tidak ingin menyia-nyiakan suntikan dana segar, ia pun bergerak cepat dengan mencari order yang bisa digarap CV miliknya. Ketika ada permintaan dari perkantoran, apartemen, hotel, maupun pesanan khusus untuk perabotan rumah, Khoiruddin selalu memenuhi permintaan tepat waktu, bahkan barang selesai lebih awal. Dengan begitu, ia bisa mendapatkan pelunasan pembayaran, dan uang itu digunakan untuk membayar cicilan bulanan.
"Karena biasanya pesanan itu bayarnya pakai DP (uang muka), modal saya sebelumnya tak cukup menyelesaikan permintaan berikutnya untuk membeli material dulu dan membayar tenaga kerja. Sekarang masalah modal teratasi," ucapnya.
Usaha yang digeluti Khoiruddin pun terus berkembang dan naik kelas. Setelah melunasi pinjaman tahun pertama, ia langsung meminjam dengan jumlah yang sama pada 2017. Mendapat modal baru, lagi-lagi ia memanfaatkannya untuk belanja barang lebih banyak dari sebelumnya demi memenuhi pesanan yang semakin banyak. Khoiruddin juga tidak lagi membayar pekerjanya secara telat seperti sebelum pada 2016, karena usahanya sudah punya uang kas cukup.
Karena semakin dipercaya oleh pelanggan lama dan pelanggan baru terus berdatangan, pada 2018, Khoiruddin untuk ketiga kalinya mengajukan pinjaman ke Modalku sebesar Rp 230 juta. Dia berani menaikkan pinjaman lantaran saat ini secara total sudah memiliki 30 karyawan demi mempercepat pemenuhan dari pelanggan terkait pesanan desain interior. Meski harus membayar cicilan sebanyak Rp 22 juta setiap tanggal 15 per bulan plus membayar gaji karyawan, ia tidak merasa berat untuk memenuhinya karena digunakan untuk usaha produktif.
"Saya berani pinjam ke fintech meski bunganya selisih empat persen lebih besar dibandingkan bank, karena duitnya saya pakai buat meningkatkan produktivitas. Ketika termin pertama selesai, saya pinjam lagi. Saya untung terus dari situ, kalau buat konsumtif ya berat," ucap Khoiruddin.
Karena selalu disiplin membayar kewajiban, ia tidak pernah sampai harus ditelepon terus-menerus oleh perusahaan pemberi pinjaman maupun sampai didatangi semacam debt collector. Hanya saja, Khoiruddin tetap memiliki kewaspadaan dengan kabar maraknya kebocoran data milik nasabah yang meminjam di perusahaan finansial teknologi terkait. Dia pun meminta kepada lembaga berwenang untuk bisa meningkatkan sisi perlindungan peminjam agar jangan sampai data pribadi yang dikumpulkan perusahaan disalahgunakan untuk kepentingan lain.
Keamanan peminjam
Kepala Humas dan Marketing Modalku, Ariani Hadioetomo menuturkan, sejak berdiri pada 2016, perusahaan sudah mengucurkan pinjaman ke sekitar satu juta pelaku UMKM dengan total penyaluran sebesar Rp 10 triliun. Menurut dia, Khoiruddin bersama seluruh pengusaha kecil yang mendapat pinjaman dari Modalku, termasuk yang mendapat program pendampingan, baik pelayanan konsumen maupun proses monitoring dan penagihan. Hal itu dilakukan sekaligus sebagai bentuk edukasi inklusi keuangan terhadap UMKM yang selama ini tidak terjangkau layanan perbankan.
Ariani menuturkan, untuk melakukan mitigasi risiko, perusahaan menerapkan prinsip responsible lending kepada peminjam yang akan memberikan hasil yang positif bagi semua pihak. "Prinsip ini adalah asas operasi dalam melakukan penilaian terhadap UMKM peminjam dan kemampuan finansial mereka untuk melunasi pinjaman. Kami juga memberikan informasi secara terbuka dan transparan mengenai biaya serta tingkat bunga bagi peminjam," ucapnya.
Selain itu, pihaknya juga memiliki beberapa langkah antisipasi untuk mencegah gagal bayar dari peminjam, yakni assessment, maintenance, dan collection. Menurut Ariani, assessment dilakukan secara ketat untuk memastikan peminjam mampu melunasi pinjaman. Setelah UMKM mendapatkan pinjaman, perusahaan melakukan maintenance secara rutin dengan mendampingi peminjam dan membantu menemukan solusi apabila pembayaran pinjaman tidak lancar dalam proses penagihan. "Kami akan mengupayakan pembayaran kembali sebaik mungkin agar pemberi pinjaman di Modalku juga tetap mendapatkan keuntungan dari pendanaannya," ujarnya.
Ariani menegaskan, perusahaan tidak melulu hanya mengejar penyaluran pembiayaan, melainkan juga mendukung keamanan sang peminjam. Karena itu, pihaknya mendukung setiap kebijakan Otoritas Jasa Keuangan yang ingin mengembangkan dunia peer to peer lending di Indonesia agar berkembang dan bisa memberi jaminan keamanan bagi penggunanya. "Modalku selalu mendukung inisiatif OJK untuk terciptanya keuangan yang lebih inklusif," ucapnya.
Modalku merupakan satu dari sekian fintech yang sudah mendapatkan izin usaha dari OJK dengan surat tanda berizin KEP-81/D.05/2019. Kehadiran fintech diyakini dapat meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat yang baru mencapai 68 persen. OJK memiliki target, hingga akhir 2019, tingkat literasi keuangan mencapai 75 persen, di mana fintech bakal memegang peranan penting.
Juru bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan, kehadiran fintech sangat dirasakan masyarakat, khususnya pelaku UMKM hingga model pembiayaan tersebut bisa berkembang sangat cepat di Indonesia. Hal itu lantaran kehadiran fintech seolah mengisi kekosongan peran perbankan atau lembaga jasa keuangan lainnya dalam menawarkan pinjaman secara cepat kepada sang peminjam.
Meski begitu, Sekar mengimbau, setiap orang yang ingin menggunakan jasa peminjaman wajib mengetahui plus minusnya. Sekar juga menekankan, pelaku UMKM hendaknya dalam meminjam bisa selektif dan menjadikan perusahaan yang sudah terdaftar di OJK sebagai pertimbangan utama. "Agar (konsumen) mendapatkan manfaat yang baik, harus dipahami biaya, bunga, dan risiko-risikonya, serta meminjam sesuai kebutuhan dan kemampuan penghasilan untuk membayar kembali pinjaman dan bunganya," kata Sekar kepada Republika.co.id, belum lama ini.
Dia pun berpesan, nasabah yang merasa dirugikan fintech bisa melaporkannya ke OJK. Baik itu saat ditagih dengan cara tidak benar maupun ada pelanggaran lain selama masa cicilan berlangsung, karena semuanya harus sesuai aturan. Menurut Sekar, langkah itu sebagai bentuk perlindungan OJK agar fintech bisa beroperasi sesuai ketentuan. "Jika ada yang terbukti melakukan pelanggaran, bisa kami kenakan sanksi," kata Sekar.