REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Sri Soelistyowati menyebutkan, pengumpulan data transaksi niaga elektronik atau e-commerce masih mengalami kendala. Khususnya ketiak ada muncul rumor mengenai pemajakan terhadap kegiatan ekonomi digital, termasuk transaksi e-commerce.
Lies menjelaskan, sampai saat ini, BPS setidaknya sudah mengumpulkan data dari 20 pemain e-commerce terbesar di Indonesia sejak tahun lalu. Nilai transaksinya pun sudah ada.
"Tapi, di 2019 kita stuck karena rumor dipajaki dan lain-lain, sehingga mereka semacam maju mundur," ucapnya dalam Workshop Peningkatan Wawasan Statistik kepada Media di Jakarta, Kamis (7/11).
Meski sudah mengumpulkan nilai transaksi dari para pemain besar, Lies menuturkan, BPS belum dapat mengeluarkan data tersebut. Sebab, BPS sedang membuat kesepakatan dulu dengan para pengusaha mengenai data mana saja yang boleh dan tidak boleh dikeluarkan.
Diskusi itu dibuat bukan tanpa sebab, Lies mengatakan, BPS sebagai lembaga independen harus menumbuhkan rasa kepercayaan dari para pengusaha dengan memahami batasan privacy data yang dapat dipublikasikan. "Mungkin saja ada yang sensitif, termasuk untuk dilihat player lain," tuturnya.
Tapi, Lies memastikan, pengumpulan data e-commerce oleh BPS sendiri sebenarnya sudah disetujui oleh pengusaha melalui asosiasi. Para pelaku e-commerce pun lebih percaya pada BPS sebagai lembaga independen untuk mengumpulkan data. Mereka cemas apabila asosiasi yang menghimpun, antar pengusaha justru ‘mengintip’ data masing-masing perusahaan.
Meski pengumpulan data e-commerce masih mengalami kendala, Lies menyebutkan, BPS tetap akan melakukan survei e-commerce informal. Artinya, BPS fokus mengumpulkan data transaksi online di tingkat pengusaha usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) atau skala rumah tangga. "Peranan mereka cukup besar," katanya.
Dengan mengumpulkan data di skala UMKM, Lies berharap, pemerintah tetap bisa mendapatkan gambaran perkembangan transaksi e-commerce dari waktu ke waktu dan potensi di masa mendatang.
Sebelumnya, pada April, Kepala BPS Suhariyanto juga menyebutkan, dirinya pesimistis data transaksi e-commerce dapat berhasil dikumpulkan dan dianalisa sampai akhir 2019.
Ada beberapa faktor yang menjadi kendala. Salah satunya, belum ada benchmark bagi institusi dalam mengoleksi informasi yang dibutuhkan mengingat ini menjadi kegiatan perdana BPS terkait data transaksi e-commerce.
"Sesuatu yang baru, sehingga agak susah bagi negara kita," ujar Suhariyanto ketika ditemui di kantornya, Jakarta, pada April.