REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah berupaya mencari komoditas dan sektor yang dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Upaya ini disampaikannya di tengah perlambatan pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang sejumlah sektor pada kuartal ketiga.
Salah satu sektor yang disebutkan Airlangga adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). "Kemudian, produk-produk lain," ujarnya ketika ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (1/11).
Airlangga mengatakan, perlambatan ini sebenarnya masih dipengaruhi kondisi global yang tidak pasti. Kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, juga negara lain yang menghadapi permintaan perlambatan.
Selain itu, Airlangga menambahkan, pemerintah juga mendorong permintaan dari dalam negeri. Sebab, yang jadi permasalahan saat ini adalah penurunan permintaan dari luar negeri atau permintaan ekspor. Penyebabnya, banyak negara yang menghadapi perlambatan ekonomi sehingga cenderung menerapkan proteksionisme.
Sikap negara yang semakin protektif itu diyakini Airlangga akan terus diantisipasi pemerintah. Misalnya saja Vietnam yang berencana mengharuskan impor kendaraan dari negara lain masuk dalam bentuk Completely Knock Down (CKD). Artinya, Indonesia hanya dapat mengirimkan komponen-komponen untuk dirakit sendiri oleh Vietnam di negara mereka.
Sebelumnya, Airlangga menceritakan, Vietnam sudah terlebih dahulu memberlakukan aturan impor mobil baru yang rumit. Yakni dengan mewajibkan setiap perusahaan membawa vehicle type approval (VTA) dari negara asal. Padahal, pemerintah hanya merilis VTA untuk pasar domestik karena harus berdasarkan kondisi jalan di Indonesia.
"Hal-hal ini yang harus kita antisipasi," ucap mantan menteri perindustrian itu.
Di sisi lain, Airlangga menuturkan, pemerintah juga fokus melakukan substitusi impor sehingga industri tidak bergantung pada barang dari negara lain. Fokus ini diimplementasikan melalui upaya penerapan safeguard yang akan difokuskan pada produk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).
Tapi, Airlangga menjelaskan, penerapan safeguard membutuhkan keputusan dari Kementerian Perdagangan, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dan Kementerian Keuangan. "Nanti akan kita koordinasikan," ujarnya.
Airlangga menyebutkan, kebijakan safeguard tidak akan mendapatkan retaliasi dari Cina. Sebab, ada beberapa komoditas dari Indonesia yang sudah diterapkan safeguard terlebih dahulu di sana. Sebut saja stainless steel yang sudah dikenakan safeguard 20 persen.
Dalam rilis Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) sepanjang kuartal tiga hanya tumbuh 4,35 persen. Laju pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan kuartal kedua tahun lalu dan tahun 2017 yang masing-masing mencapai 5,04 persen dan 5,46 persen.
Jenis industri yang tumbuh negatif yakni industri barang logam bukan mesin dan peralatannya dengan pertumbuhan negatif 22,95 persen. Adapun industri yang tumbuh paling tinggi yakni industri percetakan dan reproduksi media rekaman, hingga 19,59 persen.
Kondisi berbeda dialami oleh industri manufaktur kelas mikro dan kecil (IMK) yang mampu tumbuh positif. Pada kuartal tiga tahun 2019, BPS mencatat pertumbuhan IMK tembus 6,19 persen. Angka itu jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada kuartal tiga 2018 yang hanya 3,88 persen maupun pada kuartal tiga 2017 yang sebesar 5,34 persen.