Senin 28 Oct 2019 15:28 WIB

Ini Fokus Pengembangan Bukit Asam

Bukit Asam menganggarkan investasi sebesar Rp 6,5 triliun.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolanda
Alat-alat berat dioperasikan di pertambangan Bukit Asam yang merupakan salah satu area tambang terbuka (open-pit mining) batu bara terbesar PT Bukit Asam Tbk di Tanjung Enim, Lawang Kidul, Muara Enim, Sumatra Selatan, Sabtu (5/11).
Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Alat-alat berat dioperasikan di pertambangan Bukit Asam yang merupakan salah satu area tambang terbuka (open-pit mining) batu bara terbesar PT Bukit Asam Tbk di Tanjung Enim, Lawang Kidul, Muara Enim, Sumatra Selatan, Sabtu (5/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bukit Asam Tbk (PTBA) tahun ini menganggarkan investasi sebesar Rp 6,5 triliun. Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk Suherman mengatakan investasi itu terdiri atas Rp 1 triliun untuk investasi rutin dan sisanya Rp 5,5 triliun untuk investasi pengembangan.

Suherman menjelaskan, Bukit Asam tengah fokus pada sejumlah proyek pengembangan seperti proyek gasifikasi atau hilirisasi tambang peranap (Coal to DME) sebagai upaya pengembangan bisnis hilirisasi batu bara kalori rendah. Bukit Asam bersama Pertamina selaku offtaker DME dan Air Products selaku pemilik teknologi gasifikasi batu bara telah menandatangani Nota Kesepahaman di Allentown, Amerika Serikat pada 7 November 2018, yang kemudian pada 16 Januari 2019 dilanjutkan dengan penandatanganan kerangka kerja sama pendirian Joint Venture Company.

Baca Juga

Suherman menyampaikan kerja sama tersebut  merupakan dasar dimulainya studi kelayakan potensi bisnis Coal-to-Syngas yaitu mengkonversi batu bara kalori rendah (GAR <3000 kcal/kg) milik PTBA di IUP Peranap, Riau menjadi dimethyl ether (DME). DME akan digunakan sebagai substitusi LPG sehingga mengurangi ketergantungan pada impor LPG.

"Proyek ini direncanakan akan mulai berproduksi pada 2025 dengan konsumsi batu bara sebesar 8,7 juta ton per tahun dari tambang Peranap PTBA," ucapnya, Senin (28/10).

Selain itu, ada juga proyek gasifikasi atau hilirisasi Tambang Tanjung Enim (Coal to Urea-DME-Polypropelene) PTBA telah menandatangani Head of Agreement dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical pada 8 Desember 2017. Pada 3 Maret 2019 telah dilakukan Pencanangan Pembangunan Pabrik Coal to Urea-DME-Polypropelene di mulut tambang, Tanjung Enim, Sumatera Selatan dengan konsumsi batu bara mencapai 8,1 juta ton per tahun.

"Melalui teknologi gasifikasi, akan merubah batu bara menjadi syngas sebagai feedstock untuk produksi urea dengan kapasitas 570 ribu ton per tahun, dimethyl ether (DME) dengan kapasitas 400 ribu ton per tahun, dan polypropylene dengan kapasitas 450 ribu ton per tahun," lanjutnya. 

Suherman menyampaikan proyek ini direncanakan Commercial Operation Date (COD) pada 2025. Saat ini, proyek hilirisasi batu bara sedang memasuki tahap bankable feasibility study dan pembebasan lahan di suatu Kawasan Ekonomi Khusus Berbasis Batu Bara – Bukit Asam (Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone).

Suherman melanjutkan, Bukit Asam juga akan melakukan pengembangan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 yang merupakan Independent Power Producer (IPP) berkapasitas 2x620 MW yang berada di Muara Enim, Sumatera Selatan. Pengembangan ini dilakukan melalui PT Huadian Bukit Asam Power (“HBAP”) yang merupakan konsorsium antara PT Bukit Asam Tbk (45 persen) dengan China Huadian Hongkong Company Ltd (55 persen), membangun PLTU bernilai investasi sebesar 1,68 miliar dolar AS dengan skema pembiayaan equity 25 persen dan debt 75 persen. 

Kata Suherman, amandemen PPA (Power Purchase Agreement) dan CSA (Coal Supply Agreement) atas proyek PLTU ini sudah ditandatangani bersama antara PT PLN (Persero), PTBA dan PT HBAP pada 19 Oktober 2017. Ia menyebut, PT HBAP bersama China Export Import (CEXIM) Bank telah menandatangani Loan Facility Agreement pada 23 Mei 2018, di mana CEXIM Bank akan memberikan pinjaman sebesar 75 persen dari total biaya proyek atau senilai 1,26 miliar dolar AS dan telah financial close pada Juni 2018.

"Konstruksi PLTU dimulai sejak Juni 2018 yang diperkirakan memerlukan waktu selama 42 bulan untuk Unit I dan 45 bulan untuk Unit II. Commercial Operation Date (COD) ditargetkan pada 2021 untuk Unit I dan tahun 2022 untuk Unit II dengan total kebutuhan batu bara sebesar 5,4 juta ton per tahun," kata Suherman. 

Proyek pengembangan lainnya ialah PLTU Feni Halmahera Timur. Suherman menyampaikan proyek pembangkit listrik Halmahera Timur dengan kapasitas PLTU 2x45 MW merupakan proyek sinergi BUMN Holding Pertambangan, yaitu antara PTBA (75 persen) dengan PT ANTAM Tbk (25 persen) yang sudah selesai dilakukan feasibility study yang kemudian akan dilanjuti Perjanjian Pembentukan JVC (Joint Venture Company PTBA-Antam) untuk segera membangun PLTU tersebut.

"Pembangkit listrik ini ditujukan untuk menyediakan pasokan energi listrik bagi pabrik feronikel milik PT ANTAM Tbk yang berlokasi di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara dengan perkiraan nilai total investasi sebesar 185 juta dolar AS dan konsumsi batu bara sebesar 0,65 juta ton per tahun," sambung dia.

Selain itu, ucap Suherman, Bukit Asam juga menggandeng PT Kereta Api Indonesia untuk pengembangan proyek angkutan batu bara jalur kereta api dengan kapasitas 60 juta ton per tahun pada 2024, termasuk jalur baru yang terdiri atas Tanjung Enim-Arah Utara dengan kapasitas angkut 10 juta ton per tahun, beserta fasilitas dermaga baru Perajin yang direncanakan akan beroperasi pada  2024. Kemudian, pengembangan Dermaga Kertapati direncanakan siap beroperasi dengan kapasitas mencapai lima juta ton per tahun pada tahun ini.

"Untuk Tanjung Enim-Arah Selatan, ada Tarahan-I yakni pengembangan kapasitas jalur existing menjadi 25 juta ton per tahun pada 2020 dan Tarahan-II, dengan kapasitas angkut 20 juta ton per tahun dan direncanakan akan beroperasi pada 2024," kata Suherman menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement