Kamis 24 Oct 2019 04:18 WIB

Banyak Wajah Lama di Tim Ekonomi, Ini Kata Ekonom

Ada sejumlah nama yang dipertahankan untuk mengakomodasi suara publik.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju barpose sebelum mengikuti upacara pelantikan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju barpose sebelum mengikuti upacara pelantikan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempertahankan beberapa 'muka lama' di jajaran Kabinet Indonesia Maju bukan karena alasan kompetensi atau meningkatkan konsistensi kinerja. Lebih dari itu, keputusan tersebut didasari atas faktor politik.

Bhima menyebutkan, salah satu sosok ‘muka lama’ yang paling disoroti adalah Airlangga Hartarto. Mantan Menteri Perindustrian (Kemenperin) ini sekarang dipindah ke Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian. 

Baca Juga

"Kinerja Kemenperin saat dipegang dia terdahulu biasa saja," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (23/10). 

Dengan kondisi tersebut, Bhima menyebutkan, keputusan Jokowi untuk mempertahankan sejumlah nama lebih untuk mengakomodir koalisi partai. Ia menyayangkan keputusan tersebut karena dinilai tidak akan berdampak positif terhadap kinerja perekonomian Indonesia ke depan. 

Di sisi lain, Bhima menuturkan, ada beberapa menteri bidang ekonomi yang terpilih untuk mengakomodasi suara publik. Mereka dipilih karena mendapatkan penilaian positif berdasarkan kinerja di mata masyarakat. 

Bhima menyebutkan, dua sosok paling terlihat adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. "Mereka menunjukkan kompetensi yang cukup bagus dan dinilai baik oleh masyarakat," ucapnya. 

Meski ditunjuk dengan berbagai alasan, Bhima berharap, menteri-menteri di bidang ekonomi dapat menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah. Khususnya dalam menjaga pertumbuhan ekonomi agar tidak jatuh di bawah lima persen. Apalagi, pada 2020, sinyal resesi global semakin kuat. 

Pertahanan tersebut dapat dilakukan dengan upaya menjaga daya beli masyarakat melalui berbagai poin. Di antaranya, memperhitungkan kembali  dampak pencabutan subsidi energi BBM, listrik dan kenaikan tarif seperti  iuran BPJS Kesehatan. 

Pekerjaan rumah lain yang disebutkan Bhima adalah meningkatkan serapan tenaga kerja, terutama ke sektor formal. Meski angka pengangguran sudah menurun ke 5,01 persen per Februari 2019, pengangguran usia muda di Indonesia masih di tingkat 15,8 persen. 

"Tingkat pengangguran SMK juga masih tinggi," katanya. 

Oleh karena itu, Bhima menekankan, janji kartu prakerja Jokowi harus dilakukan secara serius dan dapat menghasilkan SDM yang memang siap kerja. Kerjasama dengan industri juga mutlak diperlukan, terutama dalam menyiapkan SDM era industri 4.0. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement