Selasa 22 Oct 2019 18:57 WIB

OSS Versi Terbaru Rampung Awal November

Banyak pelaku usaha yang mengeluhkan kegagalan sistem OSS.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Menko Perekonomian Darmin Nasution (kiri) dan Kepala BKPM Thomas Lembong (kedua kiri) berbincang dengan masyarakat ketika meninjau layanan konsultasi Online Single Submission (OSS) BKPM di PTSP BKPM Jakarta, Senin (14/1/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Menko Perekonomian Darmin Nasution (kiri) dan Kepala BKPM Thomas Lembong (kedua kiri) berbincang dengan masyarakat ketika meninjau layanan konsultasi Online Single Submission (OSS) BKPM di PTSP BKPM Jakarta, Senin (14/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Direktur Deregulasi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot menuturkan, Online Single Submission (OSS) versi terbaru atau OSS V.1.1 akan selesai pada bulan depan. Saat ini, pemerintah melalui BKPM masih melakukan uji coba dan migrasi data.

Yuliot mengatakan, ada banyak pembaharuan elemen data dalam OSS V.1.1. Di sisi lain, integrasi antar sistem kementerian/ lembaga maupun daerah juga termasuk di dalam pembaharuan guna menyederhanakan sistem perizinan investasi, terutama di daerah. "Awal November sudah rampung," ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (22/10).

Baca Juga

Yuliot menyebutkan, layanan sistem insentif importasi barang modal, Tax Holiday dan Tax Allowance juga termasuk di dalamnya. Berbagai kebijakan ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan investasi yang terus menjadi fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Dalam OSS saat ini, Yuliot menyebutkan, sistem sudah mampu memfasilitasi pengajuan terhadap insentif baru. Salah satunya super deduction tax atau pengurangan pajak di atas 100 persen terhadap kegiatan pemagangan. Peraturan teknis insentif ini baru dirilis pemerintah per awal September lalu.

Untuk super deduction tax, Yuliot menjelaskan, prinsip notifikasi fasilitas sudah melalui OSS. Hanya saja, upaya ini masih dibarengi dengan proses manual. "Eksekusi fasilitas dan dari biaya yang dikeluarkan harus ada evidence (bukti)," ujarnya.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendi Manilet menuturkan, banyak permasalahan teknis yang masih harus ditingkatkan dalam pelaksanaan OSS di samping integrasi. Ia memberikan contoh, pada sistem OSS sebelumnya, ditemukan masalahan bahwa perusahaan yang mengajukan perizinan OSS tidak bisa memperbaiki kesalahan input pada sistem OSS. Hal ini akhirnya menghambat proses.

Di sisi lain, Yusuf menambahkan, perlu peningkatan kapabilitas operator/petugas hotline yang bertanggung jawab menjelaskan permasalahan teknis di atas. "Mereka juga harus kompeten mengatasi masalah yang dihadapi oleh orang yang ingin menggunakan fasilitas OSS," ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (22/10).

Kedua, Yusuf mengatakan permasalahan lain yang harus diselesaikan adalah masalah legal. Setelah dikeluarkan OSS, seluruh perizinan dikeluarkan hanya via OSS hal ini didukung oleh PP 24/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang difatwakan Kejaksaan Agung.

Namun, ternyata, di lapangan masih ditemukan perizinan yang dikeluarkan oleh Kementerian setelah dikeluarkan PP tersebut. "Mungkin sinkronisasi masalah legal ini juga yang perlu ditinjau kembali," kata Yusuf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement