REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Perusahaan aplikasi Gojek memastikan mulai mengakhiri era 'bakar uang'. Menurut Gojek, ujung sebuah bisnis adalah pencapaian profit serta mampu menjalankan usaha secara sehat dan berkelanjutan.
"Setiap perusahaan, termasuk para founder Gojek, juga berkeinginan 3-4 tahun mendatang bisa IPO (initial public offering)," kata Vice President Corporate Affair Gojek Michael Say di Semarang, Senin (21/10).
Ia memberi gambaran betapa besarnya uang yang 'dibakar' jika setiap trip Gojek memberikan subsidi (bonus) sebesar Rp 50 saja, sementara setiap bulan ada 100 juta transaksi.
Didampingi Head Regional Corporate Affair Gojek Wilayah Jateng Arum K Prasojo, Michael menyatakan tekad Gojek untuk menghasilkan laporan keuangan yang 'hijau' sebagai syarat untuk IPO. "Agar bisa IPO, mau tidak mau laporan keuangan kan harus 'hijau', sehingga tidak mungkin terus 'bakar uang'," katanya.
Arum menambahkan, dalam menjalankan bisnis agar berkelanjutkan, Gojek harus memperhatikan pilar (mitra) yang lain karena di dalam eksosistem ada kepentingan pengemudi/pengendara, merchants, pengguna, serta pemerintah.
Pihaknya berkeinginan semua mitra tumbuh berkelanjutan dalam platform super app Gojek untuk pelayanan orang (people), barang (things), dan uang (money).
Saat ini, aplikasi Gojek diunduh 125 juta, lebih dari 300 ribu merchants, dan beroperasi di 207 kota dan kabupaten di Indonesia. Gojek, yang saat ini merupakan perusahaan aplikasi terbesar nomor dua di Asia, juga berekspansi ke Singapura, Filipina, Vietnam, dan Thailand.
Michael menyebutkan, layanan Gofood tumbuh pesat karena budaya orang Indonesia memang suka makan. "Transaksi ayam geprek saja sepanjang 2018 ada 2,1 juta, belum martabak dan makanan populer lainnya," katanya.