Sabtu 19 Oct 2019 22:53 WIB

Kemenperin: Industri Pengolahan Masih Tetap Melaju

Pemberian insentif fiskal mampu menggenjot daya saing industri di dalam negeri.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Sejumlah pekerja menjemur ikan asin jenis siro di industri pengolahan ikan asin Pelabuhan Jongor, Tegal, Jawa Tengah, Kamis (16/5/2019).
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Sejumlah pekerja menjemur ikan asin jenis siro di industri pengolahan ikan asin Pelabuhan Jongor, Tegal, Jawa Tengah, Kamis (16/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri pengolahan dinilai masih tetap melaju dan menjadi salah satu motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selama pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, rata-rata kontribusi industri pengolahan rata-rata sebesar 20 persen terhadap PBD nasional.

“Kalau kita lihat dari data statistik terakhir, neraca perdagangan nonmigas itu positif 4,6 miliar dolar AS. Kemudian kalau kita lihat dari tingkat investasi, terus bertumbuh. Apalagi kita baru menyelesaikan beberapa regulasi terkait pemberian insentif fiskal, seperti tax holiday, mini tax holiday hingga super deduction tax,” kata Menteri Perindustria, Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya, Sabtu (19/10).

Airlangga menegaskan, pemberian insentif fiskal tersebut mampu menggenjot daya saing industri di dalam negeri. “Untuk Juknis super deduction tax yang vokasi, PMK-nya sudah keluar, tinggal kita tunggu yang terkait inovasi. Kita juga sudah memberikan mini tax holiday untuk industri padat karya. Tentu ke depan, kita berharap industri padat karya menjadi sektor yang terus tumbuh dan berkembang," ujarnya.

Ia pun menjelaskan, di tengah kondisi perekonomian global saat ini, ada potensi investasi masuk ke Indonesia untuk membangun sektor industri padat karya. Mereka antara lain dari sektor industri  tekstil, pakaian, dan alas kaki.

Sebab, lanjut dia, terdapat pergeseran order dari Amerika ke sejumlah negara potensial, termasuk ke Indonesia karena dianggap memiliki kondisi ekonomi dan politik yang stabil. Oleh karena itu, pemerintah sedang memfasilitasi penyediaan kawasan industri untuk para investor. Seperti di wilayah Jawa Tengah.

Airlangga menambahkan, pemerintah juga tengah fokus menarik investasi dari sektor yang dapat menunjang implementasi industri 4.0. Contohnya, industri elektonik yang terkait dengan internet of things ataupun computer peripheral. Ia menyebut, ikon sektor tersebut sudah mulai masuk ke Indonesia, seperti Pegatron di Batam yang investasinya mencapai 40 juta dola AS.

Bahkan, dengan disepakatinya Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia Korea (IK-CEPA), rencananya ada investasi yang masuk dari sektor industri otomotif. Semuanya, kata dia, sudah difinalisasi dan akan ditandangani pada bulan November. "Jadi, investasi industri yang besar-besar bakal masuk,” ujarnya.

Kementerian Perindustrian mencatat, realisasi investasi sektor industri pengolahan periode 2015 sampai semester I 2019 berhasil mencatatkan total nilainya sebesar Rp 1.173,5 Triliun. Salah satu realisasi investasi ini dapat dilihat pada program penumbuhan dan pengembangan industri smelter sampai tahun 2019. Terdapat 46 perusahaan yang telah berinvestasi sebesar 50,4 miliar dolar AS dengan penyerapan tenaga kerja langsung lebih dari 64 ribu orang.

Kapasitas smelter yang telah dibangun diantaranya stainless steel sebanyak 3,8 juta ton per tahun, baja dasar 6,2 juta ton per tahun, dan paduan logam dasar 4,6 juta ton per tahun. “Oleh karena itu, pemerintah saat ini bertekad untuk terus menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan memberikan kemudahan izin usaha serta pemberian insentif fiskal dan nonfiskal,” ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement