Sabtu 19 Oct 2019 14:00 WIB

Strategi kementan Kembangkan Komoditas Buah Unggulan

Kementan dan pengusaha sepakat membentuk kawasan buah dan tanaman hias.

Alpukat merupakan salah satu buah lokal yang berpotensi untuk diekspor.
Foto: kementan
Alpukat merupakan salah satu buah lokal yang berpotensi untuk diekspor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- , Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian, Liferdi Lukman mengungkapkan tahun 2020 Kementan akan mengembangkan berbagai komoditas buah unggulan seperti manggis, mangga, durian, pisang, nenas, lengkeng, jeruk, salak dan alpukat. Selain itu, Kementan juga akan memacu kawasan tanaman hias berorientasi ekspor seperti krisan, mawar, melati dan leatherleaf.

"Varietas yang dipilih harus benar-benar unggul dan disukai pasar. Contoh manggis tembilahan, durian tembaga, pisang mas kirana, jeruk gerga, lengkeng kateki, nenas smooth cayene, mangga arumanis, salak pondoh dan sebagainya. Pelaku usaha kita ajak terlibat sejak awal di kawasan-kawasan pengembangan buah dan florikultura tersebut agar apa yang diproduksi nyambung dengan keinginan pasar," kata dia, dalam Focus Grup Discussion (FGD) terkait Grand Design Pengembangan Buah dan Florikultura di Bogor, Rabu (17/10).

Pada pertemuan yang diikuti puluhan pelaku usaha ekspor tersebut menghasilkan kesepakatan bersama mendukung rencana pengembangan buah dan florikultura. Program yang dijalankan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura ini akan bekerja selama 5 tahun ke depan.

photo
Bunga hias merupakan salah satu komoditas ekspor yang bisa dikembangkan.

Para pelaku usaha yang  hadir turut berkomitmen menjadi mitra pengembangan kawasan. Komitmen ini akan ditindaklanjuti dengan penandatanganan MOU antara mitra swasta dengan petani pelaksana sepengetahuan Dinas Pertanian setempat dan Direktorat Jenderal Hortikultura.

Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto dalam paparannya menyebut selama ini pengendalian OPT Hortkultura pada umumnya dilakukan secara kuratif atau setelah terjadi serangan OPT. Perlu diubah mindset dari kuratif menjadi preventif.

"Petani perlu didampingi agar mampu menerapkan PHT mulai dari pengolahan tanah, penggunaan benih sehat, kesehatan tanah, agroekosistem, budidaya tanaman sehat. Implementasinya harus bersinergi antara petani, penyuluh dan dinas Pertanian setempat," ujar Anton, sapaan akrab Dirjen termuda lingkup Kementerian Pertanian tersebut.

Poin yang tidak kalah pentingnya mendukung kesuksesan program tersebut adalah pengawalan budidaya. Anton menambahkan bahwa penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan bisa merusak lingkungan terutama fisik tanah. Risikonya bisa berdampak pada kesehatan masyarakat.

"Perbanyak penggunaan pupuk organik dan bahan pengendali OPT ramah lingkungan dalam berbudidaya hortikultura. Semua Eselon II di lingkup Ditjen Hortikultura harus kompak bersama - sama dalam mengawal daerah kawasan hortikultura," tegasnya.

Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf menjelaskan tantangan perdagangan bebas harus disikapi dan disiapkan. Saat ini regulasi yang mengatur klinik PHT milik petani kecil dalam memproduksi dan mengedarkan bahan pengendali ramah lingkungan masih banyak dikeluhkan petani.

"Persyaratan SPS-WTO harus dapat dipenuhi dengan cara melakukan penguatan kelembagaan secara intensif, pengelolaan OPT di kawasan hortikultura secara masif dan berkelanjutan," kata Yanti.

Yanti menambahkan bahwa Grand Design Perlindungan Hortikultura dirancang mampu mendukung pemenuhan kebutuhan produk hortikultura berkualitas baik di dalam negeri maupun ekspor. Peran UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura di seluruh Indonesia akan direvitalisasi guna memonitor dan menyediakan data OPT dan Dampak Perubahan Iklim (DPI).

"Di lapangan, terus kita upayakan optimalisasi Petugas Pengamat OPT dan terus kita dorong dengan penerapan E-Konsultasi perlindungan Hortikultura. Tentu pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi mengawal Grand Design Perlindungan Hortikultura ini," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement