REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Makin kompetitifnya persaingan industri di semua sektor menuntut sektor energi melakukan penyesuaian dan inovasi, salah satunya industri migas. Demi menjaga trend industri tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mendorong peningkatan bisnis petrokimia sebagai salah satu industri hilir migas.
"Oil and gas masih penting, the future is petrochemical (petrokimia). Minyaknya dimanfaatkan untuk petrochemical, banyak turunan yang bisa dibikin dari minyak (bumi) tersebut," jelas Jonan, Sabtu (19/10).
Perubahan sudut pandang ini, menurut Jonan, dalam pengelolaan dan pemanfaatan migas demi meningkatkan dampak multiplier output perekonomian nasional. Terlebih selama ini migas lebih dimandatkan sebagai bahan bakar kendaraan, bukan sebagai bahan baku petrokimia. "Kultur kegiatan migas ini harus di-adjust," tegasnya.
Ketergantungan banyak usaha terhadap olahan migas, menurut Jonan, membuat industri petrokimia masih memiliki masa depan yang lebih cerah. Apalagi Pemerintah sudah menugaskan kepada Pertamina untuk membangun refinery atau kilang pengolahan minyak bumi menjadi petrokimia. "Mau tau mau, suka tak suka, midstream ke depannya marketnya petrokimia," tuturnya.
Saat ini, kapasitas pengolahan petrokimia Pertamina hanya sebesar 700 kiloton per annum (ktpa). Akan tetapi, kapasitasnya akan bertambah secara bertahap seiring hadirnya dua kilang baru, yaitu Tuban dan Bontang, serta empat kilang eksisting hasil revitalisasi (kilang Balikpapan, Cilacap, Balongan dan Dumai). Jika sudah rampung 2026 nanti produksi Petrokimia Pertamina ditargetkan bisa mencapai sekitar 6.600 ktpa.
Sebagai regulator, Jonan mengungkapkan keterbukaan Pemerintah terhadap segala masukan konstruktif terhadap pengembangan industri migas. "Pemerintah sendiri menerima masukan apa saja yang harus diperbaiki supaya industri ini tumbuh dengan baik. Yang lebih penting lagi ini supaya fairness-nya ada," pungkas Jonan.