Kamis 17 Oct 2019 06:25 WIB

Harga Roti di Zimbabwe Meroket dalam Semalam

Lonjakan harga roti di Zimbabwe mencapai 60 persen.

Roti gandum banyak mengandung serat
Foto: AP
Roti gandum banyak mengandung serat

REPUBLIKA.CO.ID, HARARE -- Harga roti, panganan kedua yang banyak dikonsumsi di Zimbabwe, naik 60 persen dalam waktu semalam akibat melonjaknya biaya produksi, kata asosiasi para pembuat roti, Rabu (16/10). Harga sepotong roti saat ini mencapai 15 dolar Zimbabwe (setara dengan 0,97 dolar AS), sementara pada Selasa (15/10) harga panganan itu masih di kisaran 9,45 dolar Zimbabwe.

Tingginya harga roti menambah beban masyarakat di tengah naiknya berbagai harga kebutuhan pokok akibat inflasi sebesar tiga digit di Zimbabwe. Rakyat Zimbabwe saat ini menghadapi krisis ekonomi cukup parah yang kembali mengingatkan mereka terhadap pengalaman hiperinflasi di bawah kepemimpinan mendiang Presiden Robert Mugabe.

Baca Juga

Di bawah kendali Mugabe, banyak warga kehilangan uang pensiun dan tabungannya, bahkan banyak toko terpaksa tutup karena merugi. Presiden Emmerson Mnangagwa yang mengambil alih kepemimpinan di Zimbabwe lewat kudeta militer pada 2017 meminta warga bersabar.

Pemerintah tengah meyakinkan masyarakat bahwa sejumlah kebijakan akan dibuat guna mengatasi kelangkaan energi, bahan bakar minyak, dan obat-obatan. Pemerintah juga berjanji akan membantu rakyat Zimbabwe bertahan dari kekeringan yang menyebabkan produksi bahan pangan menurun.

Presiden Asosiasi Pembuat Roti Nasional Zimbabwe Denis Wala mengatakan tingginya harga bahan bakar minyak, listrik, dan adanya pemadaman bergilir memaksa pengusaha memakai generator berbahan solar agar roti dapat terus dibuat. Akan tetapi, ongkos membuat roti jadi naik.

"Para pembuat roti tidak sanggup membiayai semua biaya produksi itu sehingga mereka harus menaikkan harga," kata Wala.

Walaupun harga naik, roti masih cukup sulit ditemukan sampai Rabu ini karena banyak toko mengaku belum menerima persediaan dari produsen.

Zimbabwe mengimpor sebagian besar kebutuhan gandumnya yang mencapai 400 ribu ton. Akan tetapi, ketersediaan dolar AS yang menipis menyulitkan pemerintah dan pengusaha mengimpor barang dari luar negeri.

Gandum sebenarnya turut diproduksi di Zimbabwe, tetapi hasil panen pada tahun ini diperkirakan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah produksi tahun lalu sebanyak 160.600 metrik ton, kata kelompok petani.

Pemerintah Zimbabwe telah menunda mengumumkan data inflasi tahunan sejak 1 Agustus, khususnya setelah otoritas terkait mulai memperkenalkan mata uang baru untuk digunakan oleh masyarakat.

Data terakhir pada Juni menunjukkan, inflasi di Zimbabwe mencapai 175 persen. Nilai itu menjadi angka inflasi tertinggi sejak Zimbabwe mengalami hiperinflasi pada masa Mugabe pada 2009.

Naiknya harga-harga kebutuhan pokok pun memicu aksi protes dari para pekerja, karena gaji mereka tertahan akibat inflasi. Kenaikan harga roti di Zimbabwe pun dinilai dapat mendorong para pekerja untuk kembali mendesak pemerintah dan pengusaha agar gaji diberikan dalam mata uang dolar AS.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement