REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Raut muka bahagia terpancar dari Idah (50 tahun). Saat itu, sekitar 600 batako telah selesai dicetak. Rencananya, batako itu akan dijual di salah satu toko material di daerah Cibeber.
Sehari-hari, dia bekerja sambil dibantu sekitar lima karyawan untuk mencetak batako tersebut. Usaha yang dirintisnya selama dua tahun itu membuahkan hasil. Kini, dia bisa meningkatkan ekonomi keluarga.
“Alhamdulillah, usaha saya lancar. Saya sudah bisa bantu suami. Di rumah saya bikin usaha pembuatan batako. Sementara itu, suami saya bekerja diluar. Lumayan dari hasil ini saya bisa beli dua alat pembuat batako dan membangun usaha lagi,” katanya seraya tersenyum di desa Sindangsari, Cilaku, Cianjur, Jawa Barat
Usaha ini dibangun bersama sang suami. Namun, mereka membagi dua pekerjaan. Idah bertugas sebagai pengatur administrasi, keuangan dan kepegawaian di usaha tersebut. Sementara itu, sang suami bertugas mencari bahan baku batako tersebut.
Awalnya, dia memiliki ide untuk membuat batako ketika beberapa truk lalu lalang membawa batako di depan rumahnya. Dia pun berusaha untuk membuka usaha batako di lahan kosong miliknya.
“Saya seringkali melihat truk-truk itu lewat didepan rumah saya. Lalu, saya kepikiran ide untuk membuat batako, tapi saat itu modalnya belum ada,” ujar Idah.
Dia pun mengalami kesulitan untuk meminjam ke lembaga keuangan konvensional. Ini karena, syarat untuk meminjam tidak dapat dipenuhi olehnya. Apalagi, dia baru pertama kali berusaha batako. Suatu ketika, dia bertemu dengan salah satu petugas lapangan Amartha di daerah tersebut. Dia pun mulai mencoba untuk meminjam dana usaha dengan Amartha. Namun, dia harus mengikuti beberapa pelatihan bisnis yang diselenggarakan oleh Amartha.
“Saya lolos seleksi menjadi mitra usaha Amartha, tapi harus ikut pelatihan kurang lebih dua minggu. Setelah itu, baru mendapatkan pinjaman modal usaha dari Amartha,” jelas Idah.
Dia mengaku sangat mudah mendapatkan pinjaman dana usaha dari perusahaan yang berdiri sejak 2010 itu. Apalagi, Amartha tak hanya memberikan pinjaman tetapi juga pelatihan bisnis serta pengelolaan keuangan.
“Saya sangat terbantu dengan pinjaman dari Amartha, Apalagi, tiap minggu petugas lapangan Amartha datang ke majelis (Mitra usaha Amartha diwajibkan mengikuti kelompok atau majelis yang terdiri dari 15-20 orang) untuk memantau perkembangan usaha saya. Ibu-ibu dalam majelis juga selalu mendukung,” ungkap Idah.
Idah menganggap petugas lapangan Amartha selama ini sangat ramah dan sabar dalam membantu usahanya. Dia pun bersyukur memiliki majelis yang sering membantunya dalam berusaha. Jika, salah satu peminjam mengalami gagal bayar, maka para pelaku usaha mikro itu akan ikut membantu. “Kami saling membantu di majelis. Jika ada kesusahan dalam berusaha, maka kita bisa saling membantu baik dalam bentuk uang, material atau dukungan,” terang Idah.
Dia pun mempunyai cita-cita untuk memperluas pabrik kecilnya, membeli sekitar 10 bahan pencetak batako serta bahan-bahan pendukung lainnya. Saat ini, dia hanya mampu memproduksi sekitar 600 batako per-hari. “Saya dari pinjaman pertama Rp 3,5 juta sekarang sudah kepinjaman yang kedua Rp 5 juta. Saya berharap akan terus tambah pinjaman. Karena ada beberapa yang ingin saya beli dan perluas usaha,” tutup Idah.
Selain memiliki usaha batako, dia juga membangun usaha warung sembako di teras rumahnya. Idah merupakan salah satu perempuan tangguh Amartha yang sukses meningkatkan pendapatan keluarganya.