Rabu 09 Oct 2019 16:14 WIB

Pengembang Lebih Tertarik Garap Pasar Rumah Tapak

Tingkat serapan rumah tapak lebih baik dibandingkan apartemen.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Tampak suasana properti Indonesia International Property Expo (IIPE) 2019 di Jakarta Convention Centre
Foto: dok istimewa
Tampak suasana properti Indonesia International Property Expo (IIPE) 2019 di Jakarta Convention Centre

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam laporan Pasar Properti Jakarta Kuartal Tiga 2019 dari Colliers International, menyebukan adanya indikasi pengembang properti mulai tertarik kembangkan rumah tapak ketimbang apartemen. Senior Associate Director Colliers International Ferry Salanto mengatakan hal tersebut terjadi karena pasar rumah tapak jauh lebih laku untuk saat ini.

"Pengembang yang ada (dalam negeri) dan asing berpikir ini peluang masuk ke segmen lebih bawah karena itu tingkat serapannya lebih baik dibanding menengah  ke atas (apartemen)," kata Ferry di Gedung WTC 1, rabu (9/10).

Baca Juga

Terlebih, Ferry mengatakan saat ini sektor properti apartemen juga tengah berjuang untuk mencapai kondisi ideal. Menurutnya, penjualan apartemen terbilang lesu sehingga banyak pengembang mulai mengurangi produk baru yang diluncurkan.

Menurut data laporan Pasar Properti Jakarta Kuartal Tiga 2019 dari Colliers International, tambahan pasokan apartemen mencapai 3.255 unit. Angka tersebut memperlihatkan kenaikan 65 persen dari kuartal dua 2019 yang hanya 1.972 unit.

Dengan begitu, Ferry mengatakan total stok apartemen saat ini mencapai 209.286 unit. "Ini berarti stok apartemen naik 1,7 persen dibandingkan stok pada kuartal dua 2019 dan naik juga 7,3 persen dibandingkan kuartal tiga 2018," jelas Ferry.

Untuk itu, dia menilai ada suatu kecendrungan yang diperkenalkan ke publik jumlah apartemen mulai menurun. Ferry menuturkan saat ini, pengembang properti mulai hati-hati menjual produk baru apartemen yang baru.

Terlebih saat ini kemudahan untuk memiliki rumah tapak juga semakin ringan setelah Bank Indonesia (BI) melonggarkan aturan pembiayaan loan to value (LTV) kredit properti menjadi lima persen. Kebijakan dikeluarkan BI berlaku untuk pembelian rumah kedua dan seterusnya.

Dengan adanya relaksasi tersebut, uang muka untuk kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi lebih rendah. Sementara untuk pembelian rumah ketiga dan seterusnya tipe 21 sampai 70, uang muka juga diturunkan dari 30 persen menjadi 20 persen.

Sedangkan untuk pembelian rumah ketiga dan seterusnya di atas tipe 70, uang mukanya menjadi berkisar 30 persen sampai 35 persen dari sebelumnya 35 persen hingga 40 persen.

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung mengatakan relaksasi tersebut akan msemakin menggairahkan sektor properti. "Karena calon pembeli bisa membeli properti dengan uang muka yang lebih rendah." kata Juda di Gedung BI, Jumat (20/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement