Ahad 06 Oct 2019 12:53 WIB

Mendag: Minyak Goreng Curah tak Ada Jaminan Halalnya

Pemerintah akan mengawasi peredaran minyak goreng curah di pasar.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nur Aini
Pedagang mengemas minyak goreng curah di pasar tradisional, ilustrasi
Foto: Antara
Pedagang mengemas minyak goreng curah di pasar tradisional, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan, tak ada jaminan halal serta kesehatan untuk minyak goreng curah. Untuk itu, pihaknya mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk mengkonsumsi minyak goreng kemasan.

Dia menyebut, selama ini peredaran minyak goreng curah masih cukup banyak. Meski begitu, dia tak dapat menjabarkan jumlah pasti konsumsi minyak goreng curah serta peredarannya di masyarakat. Hal yang terpenting, kata dia, pemerintah terus mensosialisasikan minyak goreng kemasan karena sehat dan telah ada jaminan halalnya.

Baca Juga

“Semua dari kita juga tahu kalau minyak goreng curah itu enggak higienis, tak sehat. Tidak ada jaminan halalnya juga,” kata Enggar, di Jakarta, Ahad (6/10).

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menetapkan domestic market obligation (DMO) sebesar 20 persen untuk minyak goreng kemasan sejak 2017 lalu dan ditargetkan berlangsung pada 2018. Dalam DMO itu artinya, para produsen minyak goreng diwajibkan memproduksi produknya dengan kewajiban kemasan sederhana sebanyak 20 persen dari total produksi mereka.

Kemendag juga mengimbau kepada produsen untuk memproduksi tiga jenis minyak goreng kemasan sederhana. Ketiganya antara lain kemasan satu liter dibanderol di harga Rp 11 ribu, setengah liter di level Rp 6.000, dan seperempat liter di level Rp 3.250. Terkait dengan DMO ini, Enggar mengaku masih terus menerapkan pelaksanaannya dan mengklaim bahwa pelaku usaha telah memenuhi kewajibannya.

“DMO tetap masih yang 20 persen kita jalani, pelaku usaha juga iya (menjalani),” ujarnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Perdagangan Benny Soetrisno mengatakan, sejauh ini konsumen minyak curah di kawasan Asia Tenggara hanya tersisa dari Indonesia dan Myanmar. Artinya, sisanya sudah menghapuskan minyak goreng curahnya dari peredaran pasar domestik negara mereka.

“Di negara lain (Asia Tenggara) sudah pakai yang (minyak) kemasan,” ujarnya.

Dia menyebut, dampak negatif penggunaan minyak goreng curah yang paling terkena imbas adalah konsumen itu sendiri baik secara kesehatan maupun secara harga. Misalnya, para penjual minyak goreng curah dinilai kerap melakukan kecurangan dari berat produk yang dijual.

“Harusnya dibikin 1 liter itu minyak, jadi hanya 0,97 liter. Ini konsumen rugi kan,” ungkapnya.

Dia melanjutkan, masih adanya masyarakat yang mengkonsumsi minyak goreng curah disebabkan kemampuan dari daya beli masyarakat itu sendiri yang terbilang rendah. Dengan diwajibkannya peredaran minyak goreng kemasan oleh pemerintah kepada produsen, dia menyangsikan penurunan daya beli masyarakat terhadap minyak goreng.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Suhanto menjabarkan, pemerintah bakal melakukan pengendalian dan pengawasan atas peredaran minyak goreng curah di pasar. Untuk tahap awal caranya adalah dengan mensosialisasikan terlebih dahulu pentingnya mengkonsumsi minyak goreng yang sehat. Hal itu terutama, kata dia, saat ini peredaran minyak goreng curah masih didominasi di pasar becek atau tradisional.

“Dari sekarang sampai Januari kita akan sosialisasikan dulu, kita kerja sama dengan pemda (pemerintah daerah). Minyak curah ini kan kebanyakan dijual di pasar-pasa becek, makanya mau kita edukasi dulu,” ujarnya.

Dia menyebut bahwa peredaran minyak goreng curah masih cukup masif. Hanya saja pihaknya tidak mengetahui pasti data konsumsi minyak goreng curah di pasaran karena sektor tersebut terbilang ilegal dan tidak masuk dalam pendataan Kemendag. Kecuali minyak curah yang diperuntukkan bagi industri, hal itu dinillai masih legal.

Untuk mengalihkan produsen minyak curah memproduksi minyak kemasan, pihaknya mengaku bakal bekerja sama dengan produsen-produsen minyak besar untuk memberikan pembinaan. Selain itu terhadap produsen, pemerintah telah melakukan imbauan kepada produsen untuk tidak menjual minyak goreng kemasan melebihi harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 11.500 per liter sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2018.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menjabarkan, kewajiban peredaran minyak goreng kemasan sama sekali tak menghambat ataupun menambah biaya produksi produsen dan pelaku usaha. Justru, kata dia, langkah tersebut terbilang positif karena konsumen bakal mendapatkan jaminan mutu suatu produk.

“Di ritel kami sangat support, tapi untuk tahap awal kami memang tidak beri-beri diskon di ritel manapun,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement