Warta Ekonomi.co.id, -- Perusahaan penyedia platform media sosial Facebook mengumumkan penghapusan sejumlah akun menyusul investigasi yang dilakukannya di sejumlah wilayah, yakni Indonesia, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Nigeria.
Penghapusan halaman, grup, dan akun pada operasi yang dijalankan di wilayah tersebut dilakukan karena sejumlah akun terlibat pola perilaku tidak otentik yang terorganisasi atau coordinated inauthentic behavior. Salah satunya adalah akun yang bersikap pro dan kontra terhadap kasus Papua Barat.
Baca Juga: Culas! Bos Facebook Ajak Karyawannya Gulingkan TikTok
"Kami masih terus bekerja untuk mendeteksi dan menghentikan perilaku seperti ini karena kami tidak ingin platform kami dijadikan alat untuk memanipulasi orang lain," ujar Kepala Kebijakan Keamanan Siber Facebook Nathaniel Glachier dalam keterangan tertulisnya di laman newsroom.fb, Jumat (4/10/2019).
Ada 69 akun Facebook, 42 halaman, dan 34 akun Instagram yang dihapus terkait pola perilaku tidak otentik terorganisasi. Akun-akun tersebut adalah akun yang fokus pada konteks Papua Barat.
"Kami tidak menghapus akun, halaman, dan grup tersebut berdasarkan konten mereka, tapi kami menghapus mereka karena pola perilaku mereka yang tidak otentik," ujar Nathaniel.
Menurutnya, orang-orang di balik akun yang dihapus tersebut menggunakan akun palsu untuk mengelola halamannya, dan mengarahkan orang-orang ke laman di luar Facebook. Akun-akun tersebut disebut Nathaniel mengunggah unggahan dengan bahasa Indonesia dan Inggris.
Berdasarkan penyelidikan tersebut, Nathaniel mengatakan akun-akun tersebut diduga terkait dengan salah satu media di Indonesia bernama Insight ID. Perusahaan media tersebut memiliki 410 ribu pengikut pada salah satu dari 69 lamannya di Facebook, dan 120 ribu pada salah satu akun Instagram-nya.
Baca Juga: Papua Sempat Membara, 11.646 Perantau Pilih Tinggalkan Wamena
Insight ID juga tercatat menghabiskan US$300 ribu untuk mengiklan di Facebook. "Kami mengidentifikasi akun-akun ini melalui proses investigasi yang dilakukan atas kecurigaan pola perilaku tidak otentik yang terorganisasi," kata Nathaniel.