REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Ari Askhara meminta kepada PT Citilink Indonesia untuk mencabut gugatan kepada Sriwijaya Air. Imbauan tersebut diakui berdasarkan kesepakatan para pemegang saham.
Di tengah kisruh manajemen dan operasional yang ada di Sriwijaya Air, maskapai tersebut masih dibelit dengan dilayangkannya dua gugatan yang diajukan Citilink kepada PT Sriwijaya Air dan PT NAM Air. Gugatan dilayangkan akibat dua maskapai tersebut dinilai wanprestasi atas perjanjian kerja sama pengelolaan manajemen dengan anak usaha Garuda Indonesia.
Menurut Ari, kesepakatan para pemegang saham tersebut didasari keinginan untuk terus melayani penumpang. "Saya sudah minta ke Citilink untuk men-drop tuntutan. Supaya penumpang terlayani," kata Ari kepada wartawan, di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Kamis (3/10).
Adapun gugatan pertama yang diajukan Citilink ke Sriwijaya Air yakni pada perkara nomor 574/Pdt. G/2019/PN Jkt.PST pada (19/9) lalu. Pada surat gugatan tersebut, Citilink menuntut tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebanyak Rp 5 juta dalam keterlambatan per harinya. Uang paksa wajib dibayarkan apabila tergugat lalai memenuhi isi keputusan hakim yang incraht.
Gugatan kedua yang diajukan Citilink ke pengadilan tercatat pada (25/9) dengan nomor perkara 582/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst dari Sistem Indormasi Penelusuran Perkara (SIPP). Dalam gugatan tersebut dinyatakan, Sriwijaya dan NAM Air wanprestasi yang tertuang daam pasal 3 butir 1 dan pasal 5 butir 2 atas perjanjian bernomor CITILINK/JKTSDOQG/AMAND-I/6274/1118 bertanggal 19 November 2018.
Sebagai catatan, sengketa hukum antar-kedua maskapai tersebut bermula pada 9 November 2018. Di mana kedua belah pihak menjalin kerja sama manajemen (KSM) guna mengambil langkah strategis mengelola operasional dua maskapai itu. KSM dipercata bakal membantu Sriwijaya memperbaiki kinerja operasional dan keuangannya.