Rabu 02 Oct 2019 18:18 WIB

IHS Markit: Manufaktur Indonesia Terus Melemah

PMI manufaktur hanya 49,2 atau yang terendah sejak akhir tahun 2016.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Manufaktur
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Manufaktur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset dan analisis keuangan internasional, IHS Markit, menyatakan, kondisi industri manufaktur Indonesia terus mengalami pelemahan hingga September 2019. Kondisi operasional memburuk sepanjang kuartal III. Hal itu lantas diikuti produksi dan permintaan barang yang terus melemah.

Kondisi itu membuat inventaris input dan barang jadi naik di tengah terjadinya penurunan output dan penjualan. Perusahaan alhasil terpaksa memberikan diskon atas harga penjualan untuk pertama kalinya dalam waktu tiga tahun terakhir. Sementara itu, penurunan manufaktur saat ini juga berdampak pada penurunan jumlah pekerja.

Hasil riset IHS Markit menunjukkan, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September 2019 sebesar 49,1 sementara pada Agustus lalu PMI manufaktur hanya 49,0. Angka PMI yang masih di bawah 50 selama dua bulan berturut menunjukkan kondisi manufaktur nasional masih masih mengalami kontraksi.

Selama kuartal III (Juli-September) 2019, PMI manufaktur hanya 49,2 atau yang terendah sejak akhir tahun 2016 silam. Hal itu menunjukkan penurunan lebih lanjut pada kondisi kesehatan manufaktur di Indonesia.

"Data PMI IHS Markit terkini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur Indonesia terjebak dalam situasi menantang. Hedaline PMI mendekati posisi terendah dan mengarah pada penurunan tiga bulan berturut-turut," kata Kepala Ekonom IHS Market, Bernard AW, dalam keterangannya, dikutip Republika.co.id, Rabu (2/10).  

Sementara itu, kondisi permintaan terhadap sektor manufaktur terus menurun hingga akhir kuartal III. Arus total permintaan baru juga turun selama Agustus-September. Data survei menunjukkan bahwa permintaan domestik dan eksternal masih lemah. Permintaan ekspor baru juga kembali menurun pada September.

Akibatnya, produksi dari produk industri manufaktur secara keseluruhan terus dikurangi karena perusahaan harus menyesuaikan diri dengan penjualan. Hasil riset membuktikan bahwa penurunan output kali ini merupakan yang paling tajam selama 21 bulan terahir.

"Survei menunjukkan bahwa kenaikan jumlah barang terjadi di tengah-tengah penurunan penjualan. Perusahaan menawarkan diskon guna menaikkan penjualan," kata Bernard.

Adapun dari segi harga jual dari produk yang dihasilkan industri manufaktur, terpaksa diturunkan demi menaikkan penjualan. Padahal, di waktu yang bersamaan terdapat kenaikan harga bahan baku seperti plastik, kertas, kain, dan beberapa jenis makanan.

Menurut IHS Markit, prospek jangka pendek agak suram, namun prospek jangka panjang lebih positif. Ekspektasi bisnis untuk output pada tahun mendatang masih tinggi, dengan tingkat kepercayaan bisnis secara keseluruhan sangat positif. Optimisme manufaktur didukung oleh aktivitas promosi, ekspansi pasar terencana, model produk baru, serta kenaikan perkiraan penjualan.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement