Jumat 27 Sep 2019 16:33 WIB

Pemerintah akan Hapus Slag Nikel dari Daftar Limbah B3

Selama ini limbah padat nikel dan baja hanya ditimbun di tambang.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Seorang anak berlari diatas hambaran limbah butiran pembakaran Ore Nikel milik salah satu perusahaan pertambangan yang dibuang di pesisir laut di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, Sabtu (18/5/2019).
Foto: Antara/Jojon
Seorang anak berlari diatas hambaran limbah butiran pembakaran Ore Nikel milik salah satu perusahaan pertambangan yang dibuang di pesisir laut di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, Sabtu (18/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) LHK untuk mengecualikan slag nikel (buangan peleburan bijih nikel) dari kategori Bahan Beracun Berbahaya (B3). Regulasi ini memungkinkan badan usaha mengolah slag nikelnya menjadi produk yang lebih bermanfaat, seperti bahan baku semen.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, slag nikel sebenarnya dapat dikecualikan dari B3. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.

Baca Juga

"Di situ tertulis bahwa badan usaha dapat mengajukan pengecualian limbah B3nya, tapi hanya untuk limbah B3 yang spesifik khusus dan umum," ujarnya setelah ditemui rapat koordinasi smelter di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (27/9).

Pengecualian dilakukan melalui sejumlah uji karakteristik. Permen LHK nantinya akan menjelaskan tata cara uji karakteristik yang lebih mendetail. Vivien menyebutkan, salah satunya, laboratorium yang menguji harus terakreditasi dan diberikan standar oleh Kementerian LHK. Tujuannya, agar proses menguji dilakukan dengan kriteria yang sama.

Kedua, Vivien menambahkan, penyederhanaan mekanisme pengalihan. Kementerian LHK mengajukan agar proses dari pemohon (perusahaan) mengajukan pengecualian berlangsung dalam kurun waktu yang pendek. Laboratorium pun harus memberikan hasilnya kepada Kementerian LHK.

Pembuatan Permen LHK untuk pengujian ini dilakukan untuk mengaplikasikan precautionary principle atau prinsip kehati-hatian. Vivien memastikan, pihaknya akan mendasari pembuatan regulasi dengan dasar-dasar ilmiah yang mendasar.

"Ini mengingat kebijakan tersebut memiliki banyak aspek teknis," katanya.

Melalui Permen LHK ini, Vivien menuturkan, bukan berarti semua slag nikel dapat dikecualikan dari kategori B3. Laboratorium akan menguji slag nikel dari masing-masing perusahaan. Sebab, setiap badan usaha biasanya memiliki sumber yang berbeda, sehingga berdampak pada kadar krom ataupun unsur lain.

Apabila sudah lulus dari uji laboratorium, Vivien mengatakan, slag nikel suatu perusahaan berarti sudah dapat digunakan untuk diolah kembali. Baik untuk perusahaan itu sendiri, seperti reklamasi tambang, ataupun membantu program pemerintah. "Misal, pemerintah buat jalan tol ataupun bangunan, bisa digunakan (slag nikelnya)," tuturnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, Permen LHK bertujuan untuk memaksimalkan potensi limbah yang mendominasi smelter. Dalam hal ini akan difokuskan pada slag nikel.

Darmin mengatakan, pemanfaatan sebenarnya sudah dilakukan di negara-negara lain. Mereka justru memandang slag nikel bukan sebagai limbah, melainkan bahan baku block beton untuk bangunan dan jalan. Tapi, kondisi ini sulit dilakukan di Indonesia. "Ada yang sudah, tapi prosesnya lama. Tidak keluar persetujuannya untuk diolah," tuturnya.

Dengan perubahan yang disepakati, Darmin menambahkan, proses pengolahan slag nikel akan disederhanakan dan dipermudah alurnya. Ia juga meminta agar proses uji sertifikasi dilakukan dalam hitungan lima hari dari yang selama ini membutuhkan satu sampai dua tahun.

Darmin juga mempersilahkan perusahaan-perusahaan besar untuk mengikuti proses yang akan difasilitasi pemerintah. Bahkan, kalau bisa, proses uji karakteristik dilakukan sejak lebih awal dan jangan menunggu sampai menumpuk.

Untuk menghindari penyalahgunaan rekomendasi pengecualian, Darmin mengatakan, laboratorium yang dapat melakukan uji karakteristik tidak dapat sembarang. Laboratorium tersebut harus memiliki sertifikat resmi dari pemerintah. "Kalau sekali dia (laboratorium) bohong, izinnya dicabut dan tidak boleh menguji lagi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement