Rabu 25 Sep 2019 12:35 WIB

Pengusaha Minta Harga Gas Diturunkan

Biaya gas bumi memberikan kontribusi 20-30 persen terhadap biaya produksi industri

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Pabrik pupuk. Industri pupuk salah satu industri pengguna gas bumi. ilustrasi
Pabrik pupuk. Industri pupuk salah satu industri pengguna gas bumi. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyoroti ketersediaan gas bumi sebagai salah satu komponen terbesar dari proses produksi industri, baik itu sebagai bahan baku maupun energi. Menurut Kadin, harga gas bumi di Indonesia dinilai masih relatif lebih mahal untuk menopang daya saing industri nasional.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Johnny Darmawan mengatakan para pelaku usaha menanyakan kembali bagaimana sesungguhnya komitmen kebijaksanaan dan keberpihakan pemerintah dalam menetapkan harga gas yang sampai saat ini belum ada kepastian.

Baca Juga

"Padahal, apabila pasokan gas dalam negeri berdaya saing maka sektor industri manufaktur diharapkan akan tumbuh 6 persen sampai 7 persen," ujar Johnny dalam Forum Diskusi Kadin dengan Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) dan Indonesian Natural Gas Trader Association (INGTA) di Menara Kadin, Rabu (25/9).

Johnny menyampaikan, gas sangat berperan dalam pengoperasian sektor industri karena biaya gas bumi memberikan kontribusi 20 persen sampai 30 persen ke biaya produksi sehingga penetapan harga gas bumi ikut berpengaruh pada keberlanjutan industri.

Johnny menilai harapan dunia usaha pernah mencuat pasca terbitnya Perpres nomo.40/2016 tanggal 3 Mei 2016 tentang penetapan harga gas bumi sebesar 6 dolar t per MMBTU, namun setelah 3 tahun berlalu kenyataannya tak kunjung terimplementasikan, karena hingga saat ini harga jual gas industri masih tetap tinggi dan belum ada perubahan. Sementara itu, pemerintah melalui surat edaran PGN No.037802.S/PP.01.01/BGP/2019 tertanggal 31 Juli 2019 justru akan melakukan penyesuaian (menaikan) harga jual gas per 1 Oktober 2019.

"Salah satu niat baik pemerintah yang belum bisa ditunaikan secara tuntas hingga saat ini adalah penurunan harga gas industri," lanjut Johnny.

Ia menambahkan, di dalam beleid tersebut, presiden mengatur agar harga gas bagi tujuh sektor industri, yakni industri pupuk, petrokimia, oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet ditetapkan menjadi 6 dolar AS per MMBTU. Sampai saat ini beleid tersebut hanya diimplementasikan pada perusahaan BUMN sektor industri pupuk, baja dan pupuk majemuk.

"Perusahaan swasta di sektor industri petrokimia pengolah migas, keramik, kaca, baja, oleokimia, pulp & Kertas serta makanan dan minuman sampai saat ini belum mendapatkan penurunan harga gas," ucap Johnny.

Menurut Johnny, kondisi persaingan semakin ketat, sementara sektor industri telah terbebani dengan biaya investasi yang besar, sulit dan mahalnya harga gas, biaya produksi industri di Indonesia lebih mahal dibandingkan luar negeri, serta makin berkurangnya hambatan teknis (technical bariers) terhadap arus impor, maka implementasi penurunan harga gas bumi sebagaimana diamanahkan dalam Perpres No.40/2016 harus segera diimplementasikan, agar Indonesia terhindar dari resesi karena saat ini sudah banyak industri yang mati suri akibat tidak mampu bersaing dengan industri sejenis dari luar negeri.

Dia menjelaskan, sektor industri pengguna gas bumi merupakan penggerak perekonomian nasional dari devisa perolehan ekspor, pajak, dan penyerapan tenaga kerja langsung lebih dari 8,5 Juta orang, selain itu sektor industri itu mempunyai keterkaitan yang sangat luas dengan berbagai sektor mulai dari pemasok bahan bakar hingga pemasaran produk hilir (consumer goods).

Sedikitnya, ucap Johnny, ada dua kebijakan turunan yang mendukung Perpres No.40/2016. Pertama, Permen ESDM No.58/2017 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa Pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Kedua, PP No.48/2019 tentang Besaran dan Penggunaan Iuran Badan Usaha Dalam Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa.

"Dengan adanya dua dukungan kebijakan tersebut, harusnya harga gas Industri sudah turun dan berdaya saing sebagaimana amanat Perpres No.40/2016. Pelaksanaan kebijakan tersebut sangat ditunggu para pelaku usaha karena keberpihakan pemerintah akan menjadi dasar yang kuat dalam pembangunan industri di Indonesia," kata Johnny menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement