REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menyebut pertumbuhan industri financial technology (fintech) di Indonesia lebih maju ketimbang di Jepang. Sebab, masyarakat di Jepang lebih suka menggunakan uang tunai.
Direktur Keuangan BNI Ario Bimo mengatakan masyarakat di Indonesia cenderung lebih menyukai penggunaan uang secara non-tunai.
“Fintech masih lebih maju di sini (Indonesia). Di Jepang itu masih menghargai yang namanya uang, karena generasi tuanya masih banyak. Uang itu masih digunakan di manapun,” ujarnya kepada Republika di Jakarta, Ahad (22/9).
Sebelum diangkat menjadi Direktur Keuangan BNI, Bimo sempat menjabat sebagai General Manager BNI Cabang Tokyo. Menurutnya masyarakat Jepang dapat merawat uang dengan baik, sehingga tetap rapi dan bersih.
Selain itu, menurutnya unsur kebutuhan dan budaya masyarakat Jepang berbeda dengan Indonesia. Semisal, masyarakat Indonesia lebih menyukai memesan makanan via ojek daring.
“Di Jepang masih ada budaya jalan. Mana ada Gojek? Saya juga kalau beli makanan sukanya jalan. Orang Jepang belum segitunya perlu dengan fintech,” ucapnya.
Kendati demikian, Bimo menyebut industri fintech tetap menjadi fokus perseroan dalam melakukan inovasi pada industri perbankan.
Sudah 13 tahun Bimo bekerja di BNI. Dia telah melewati beberapa fase kepemimpinan BNI.
"Kalau visi misi perusahaan itu kan harus diutamakan ya karena ada rencana bisnis yang harus dijaga ke depan," ucapnya.
Selama diberi tanggungjawab menangani BNI cabang Tokyo, Ario Bimo mampu meningkatkan aset BNI menjadi 868 juta dolar AS atau tumbuh 48 persen pada 2018. Kemudian lisensi BNI sub cabang Osaka ditingkatkan dari sebelumnya hanya marketing officer menjadi marketing dan pengelolaan dokumen untuk pembukaan rekening BNI Taplus.