REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Bank Indonesia (BI) dinilai masih perlu memperbaiki sisi likuiditas perbankan agar bisa transmisi pada kredit. Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara menyampaikan BI diharapkan bisa menambah kebijakan lagi di sisi Giro Wajib Minimum (GWM).
Menurutnya, kondisi likuditas bank masih perlu mendapat perhatian lebih. "Sebenarnya langkah BI (untuk turunkan suku bunga) itu sudah bagus, tapi kalau bisa GWM tetap direlaksasi," kata dia pada Republika.co.id, Kamis (19/9).
Sebagai contoh bunga acuan yang beberapa kali turun transmisi ke penurunan bunga kredit bisa sampai 3-5 bulan. Lamanya ini karena Loan to Deposit Ratio (LDR) bank sebesar 94 persen, yang artinya bank akan berpikir ulang untuk ekspansi kredit karena ruang penyaluran kredit terbatas.
Apalagi akhir tahun bank akan rebutan dana dengan pemerintah karena adanya frontloading Surat Berharga Negara (SBN). Tanpa adanya stimulus di likuiditas ke bank dampak aksi BI tadi akan lambat dirasakan ke pertumbuhan kredit.
Pada RDG September ini, BI juga berupaya menambah likuiditas dengan menyeragamkan instrumen operasi moneter pasar terbuka (OPT). Yakni melalui implementasi reverse repo Surat Berharga Negara (RR SBN) untuk semua tenor mulai 7 hari sampai dengan 12 bulan, termasuk melaksanakan lelang RR SBN tenor 12 bulan menggantikan SBI tenor 12 bulan, terhitung mulai 4 Oktober 2019.
"Ini bisa juga karena bank yang parkir dana di SBN juga besar," kata Bhima.
Selain itu, BI juga mengeluarkan kebijakan penyempurnaan RIM. BI menambah komponen yang bisa ditransmisikan ke pembiayaan atau kredit. Penyempurnaan pengaturan RIM menambah komponen pinjaman atau pembiayaan yang diterima bank sebagai komponen sumber dana bank.