Kamis 19 Sep 2019 15:27 WIB

Gunung Raja Paksi Fokus Pasok Baja untuk Domestik

PT Gunung Raja Paksi Tbk telah resmi tercatat sebagai perusahaan terbuka di BEI.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolanda
Wartawan mengambil gambar layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (6/9/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Wartawan mengambil gambar layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (6/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Gunung Raja Paksi Tbk akan lebih fokus untuk memenuhi kebutuhan baja domestik pada tahun ini. Perseroan melihat kapasitas produksi baja domestik belum bisa memenuhi permintaan.

Hal ini pun membuat Indonesia masih melakukan impor baja. "Dari total kebutuhan baja nasional, sekitar 50 persen di antaranya masih merupakan impor," ujar Direktur Utama PT Gunung Raja Paksi Tbk, Alouisius Maseimilian, Kamis (19/9).

Alouisius menilai permintaan yang tinggi serta ketersediaan yang rendah ini pun menjadi peluang bagi perusahaan untuk bertumbuh. Di tambah lagi saat ini harga baja dalam negeri masih tinggi. Dari sisi pengiriman pun lebih mudah dan efisien. 

Alouis mengatakan, saat ini perusahaan bisa memproduksi 2,860 juta ton baja dalam setahun. Perusahaan menargetkan akan meningkatkan jumlah produksi baja pada tahun 2020 menjadi 1,3 juta ton dari 1,252 juta ton di tahun 2019. 

Dari jumlah tersebut, sebanyak 96 persen dipasok untuk kebutuhan domestik. Sedangkan sisanya sebanyak 4,26 persen di ekspor ke sejumlah negara di Asia Tenggara hingga Amerika Serikat. Beberapa negara tujuan ekspor Perusahaan yaitu Australia, New Zealand, Filipina, Singapura, dan Malaysia.

Sebagai informasi, PT Gunung Raja Paksi Tbk telah resmi tercatat sebagai perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia pada Kamis (19/9). Emiten dengan kode saham GGRP itu menjadi perusahaan ke-36 yang melantai di BEI pada tahun ini. 

Perseroan melepas sebanyak-banyaknya 1,25 miliar saham dan meraih dana segar sebesar Rp 1,033 triliun. Sekitar 99,52 persen dari dana itu nantinya akan digunakan untuk pelunasan utang. Sementara sisanya 0,48 persen akan digunakan untuk modal kerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement