Kamis 19 Sep 2019 14:43 WIB

Kuartal III 2019, Ketidakpastian Ekonomi Global Makin Tinggi

Perlambatan ekonomi negara maju menyebabkan gejolak pasar keuangan global

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan ekonomi
Foto: Republika
Pertumbuhan ekonomi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketidakpastian ekonomi global masih tetap tinggi seiring perkembangan ekonomi global yang menuju kuartal III 2019. Perlambatan ekonomi terutama di beberapa negara maju, India dan China yang menyebabkan melemahnya aktivitas manufaktur global.

Kepala Kajian Makro dan Keuangan, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) Febrio Kacaribu mengatakan perlambatan ekonomi negara maju menyebabkan gejolak pasar keuangan global dan mendorong pergeseran portfolio ke aset safe-haven seperti komoditas emas.

Baca Juga

“Meskipun ketegangan perang dagang telah berkurang akhir-akhir ini, ketidakpastian di pasar global masih tetap tinggi seiring,” ujarnya dalam riset yang diterima Republika, Kamis (19/9).

Sebagai akibatnya, menurut Febrio, nilai tukar rupiah melemah sekitar dua persen terhadap dolar pada bulan lalu menjadi Rp 14.300 hingga pertengahan Agustus 2019. Risiko besar tersebut mempengaruhi peningkatan arus modal keluar pada awal bulan lalu, sehingga memicu kenaikan dalam imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun dan satu tahun menjadi masing-masing 7,6 persen dan 6,3 persen pada bulan Agustus.

Sementara itu, meski terjadi sedikit lonjakan dalam imbal hasil bulan lalu, meredanya ketegangan perang dagang baru-baru ini telah memicu penurunan kembali imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun dan satu tahun menjadi 7,35 persen dan 6,16 persen.

“Kami melihat bahwa masih ada kecenderungan untuk terjadi penurunan imbal hasil obligasi hingga mencapai tujuh persen pada akhir tahun,” ucapnya.

Di sisi domestik, menurutnya Bank Indonesia menjadi lebih memerhatikan risiko pertumbuhan ekonomi dan menggeser arah kebijakannya menjadi kebijakan yang mendukung pertumbuhan. Bank Indonesia secara tak terduga memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen bulan lalu.

“Selain itu, Bank Indonesia  mengelola likuiditas dan mendukung pendalaman pasar keuangan dengan beroperasi di pasar melalui tiga intervensi di pasar spot, pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan pasar DNDF,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement