Kamis 19 Sep 2019 12:29 WIB

Ekonom: Suku Bunga BI Berpeluang Turun ke 5,25 Persen

Saat ini tingkat BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) berada pada level 5,5 persen.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Suku bunga Bank Indonesia
Foto: IST
Suku bunga Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada siang ini, Kamis (19/9), untuk memutuskan tingkat suku bunga acuan. Saat ini tingkat BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) berada pada level 5,5 persen.

Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto memperkirakan ada peluang Bank Indonesia menurunkan bunga acuan atau BI7DRRR sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen. Adapun perkiraan ini sejalan dengan penurunan Lending facility rate dan Deposit facility juga akan turun 25 basis poin.

Baca Juga

"Dengan mempertimbangkan ekspektasi inflasi yang rendah (3,3 persen FY) dan arah gerakan suku bunga acuan di sejumlah negara yang menurun. Bahkan ada yang negatif, termasuk penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) dan kebijakan quantitative easing," ujarnya ketika dihubungi Republika, Kamis (19/9).

Menurutnya penurunan kembali suku bunga acuan guna memberikan stimulan bagi perbankan untuk meningkatkan ekspansi kreditnya. Hal ini seiring dengan melonggarnya likuiditas bank, sehingga momentum pertumbuhan tetap bisa dilanjutkan.

"Kalaupun RDG BI belum akan menurunkan BI rate di RDG maka terbuka peluangnya mengeluarkan kebijakan makroprudensial untuk membantu melonggarkan likuiditas bank," jelasnya.

Ryan menyebut pelonggaran likuiditas perbankan dilakukan dengan cara merelaksasi ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) yang diturunkan. Kemudian merelaksasi aturan tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) yang menstimulasi suku bunga simpanan bergerak turun, supaya permintaan kredit melonjak guna menopang pertumbuhan ekonomi.

"Jadi BI bisa memilih menggunakan kebijakan moneter melalui penurunan BI rate atau menggunakan kebijakan makroprudensial melalui mekanisme RIM, GWM atau lainnya," ucapnya.

Namun, menurutnya hal yang sulit bagi Bank Indonesia untuk menggunakan kedua kebijakan tersebut. Sebab, masih faktor eksternal seperti trade war, Brexit hingga geopolitik yang masih membayangi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement