Kamis 19 Sep 2019 08:10 WIB

Menteri ATR: Pajak Progresif tak Masuk dalam RUU Pertanahan

Pajak progresif akan dikenakan kepada seseorang yang memiliki lahan lebih dari satu

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil memberikan paparan saat Rakornas Bidang Properti Kadin Indonesia di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Foto: antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil memberikan paparan saat Rakornas Bidang Properti Kadin Indonesia di Jakarta, Rabu (18/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) menyebutkan, rencana pengenaan pajak progresif terhadap masyarakat yang memiliki lahan lebih dari satu bidang tidak akan dimasukkan dalam Revisi Undang-undang (RUU) Pertanahan. Sebab, banyak keluhan dari dunia usaha, terutama para pengembang di sektor properti.

Menteri ATR Sofyan Djalil menjelaskan, penerapan pajak progresif memang berpotensi memberatkan pengusaha properti karena mereka membutuhkan waktu untuk menjual lahan. "Istilahnya, menakutkan orang," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Rabu (18/9).

Baca Juga

Pajak progresif yang dimaksudkan Sofyan adalah penerapan pajak kepada seseorang dengan kepemilikan lahan lebih dari satu. Tujuannya, mencegah terjadi aksi spekulasi tanah. Secara tidak langsung, rencana pajak progresif dilakukan untuk mengendalikan kepemilikan lahan.

Rencana pembatalan pajak progresif akan disampaikan Sofyan ke kementerian terkait. Pasalnya, Kementerian ATR tidak dapat mengurusi pajak, termasuk melalui Revisi Undang-Undang Pertanahan (RUU) yang dianggap dapat memfasilitasi permasalahan ini. "Pajak harus diatur oleh UU sendiri," katanya.

Sofyan berharap, dengan pembatalan pelaksanaan pajak progresif, industri properti dapat terus tumbuh. Apalagi sejak lima tahun terakhir, sektor ini menghadapi pertumbuhan yang melambat, dan bahkan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.

Meski pajak progresif tidak jadi diberlakukan, Sofyan menambahkan, masyarakat tidak perlu cemas terhadap kehadiran spekulan tanah. Ia memastikan, mereka tidak akan diberikan ruang oleh pemerintah. Salah satunya melalui ancaman pidana.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Hendro Gondokusumo mengakui, rencana penerapan pajak progresif menjadi tantangan berat bagi sektor properti. Tapi, ia bersyukur bahwa Kementerian ATR sudah menyampaikan rencana pencabutan rencana tersebut dan mengeluarkannya dari RUU Pertanahan.

Hendro meyakini, tiap kebijakan yang diambil pemerintah sebenarnya memiliki dampak positif untuk banyak pihak, terutama masyarakat. Hanya saja, terkadang sosialisasi tidak dilakukan secara mendetail. Dampaknya, investor dan pembeli rumah menjadi bertanya-tanya. "Apakah mereka dapat beli satu rumah atau lebih," ucapnya.

Ke depannya, Hendro berharap, pemerintah dapat lebih menjalin komunikasi mengenai tiap rencana kebijakan di sektor properti dengan dunia usaha terkait. Hal ini dilakukan untuk mencegah munculnya ragam penafsiran, sehingga justru menimbulkan ketidakpastian yang tidak perlu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement