REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bank Dunia memprediksi pelemahan ekonomi global bakal lebih lemah dari perkiraan sebelumnya. Imbal hasil surat utang di berbagai negara dunia yang negatif dibanding tahun lalu telah mendorong pergerakan ekonomi dunia makin melambat.
"Perlambatan pertumbuhan ekonomi global akan semakin meluas," kata Presiden Bank Dunia, David Malpass seperti dikutip Bloomberg, Rabu (18/9).
Menurut David, mengacu kepada perkembangan ekonomi global beberapa waktu terakhir, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2019 kemungkinan akan meleset dari proyeksi pada Juni lalu sebesar 2,6 persenl. Tingkat pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan melambat hingga di bawah 3 persen.
Prediksi ini merupakan kekecewaan terbesar setelah pada 2017 dan 2018 bisa melaju sekitar 6 persen. Sementara imbal hasil nol persen di pasar obligasi menunjukkan bahwa investor memandang tingkat imbal hasil di pasar keuangan akan sangat rendah bahkan negatif selama bertahun-tahun.
"Ini mengisyaratkan pertumbuhan lebih lambat di masa depan," katanya.
Pandangan David itu disampaikan bertepatan dengan jelang persiapan pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF pada bulan depan. IMF sedang bersiap memperbarui perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia dalam laporan World Economic Outlook yang baru. Setelah sebelumnya telah mengurangi proyeksi pada Juli 2019 menjadi 3,2 persen.
Ia menuturkan, perlambatan atau pelemahan ekonomi dunia juga terlihat dari ekonomi China yang terus menurun. Argentina, India, dan Meksiko juga mengalami hal serupa begitu juga di negara-negara berkembang.
Sementara itu, sebagian Eropa menghadapi ancaman resesi ekonomi terutama Jerman dan Inggris. Italia dan Swiss juga tengah mengalami stagnasi pertumbuhan domestik.
Sebagian besar pergerakan uang di pasar modal terkunci dalam obligasi dengan imbal hasil rendah. Itu menunjukkan bahwa pertumbuhan, khususnya di negara negara berkembang karena stok modal dunia saat ini tengah memburuk dan habus.
"Itu tantangan bagi Bank Dunia," kata David.
Para bank sentral di seluruh dunia telah berupaya keras bagaimana merespons pertumbuhan ekonomi dunia yang bakal terus melemah. Perang dagang yang dilakukan antara AS dan China menambah ketidakpastian yang dihadapi konsumen dan pelaku usaha secara global.
Bank Sentral AS, The Fed pada Juli lalu memangkas suku bunga acuannya untuk pertama kalinya dalam satu dekade. Itu dilakukan sebagai respons atas kondisi perekonomian di AS dan dunia yang makin rendah.