Rabu 18 Sep 2019 01:10 WIB

Menteri ESDM: Sektor Migas Penyumbang Pemanasan Global

Semua negara berusaha mencegah peningkatan suhu global secara rata-rata 1 derajat.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Gita Amanda
Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri ESDM Ignasius Jonan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengingatkan pentingnya kontribusi sektor energi dalam mengatasi perubahan iklim global. Jonan menyikapi perubahan iklim dengan mengimplementasikan berbagai kebijakan srategis, terutama di subsektor Energi Baru Terbarukan (EBT).

"Salah satu penyebab global warming (pemanasan global) yang paling besar itu diakibatkan oleh (sektor) energi, terutama kelistrikan," ujar Jonan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Selasa (17/9).

Baca Juga

Jonan menceritakan dampak langsung dari adanya peningkatan suhu global. Sepuluh tahun lalu saat dirinya masih bertugas di Kereta Api, udara di Bandung masih sejuk. Saat ini kondisinya sudah berubah.

"Pengaruhnya banyak sekali, pastinya ekosistem berubah," ucap Jonan.

Kesepakatan di Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), lanjut Jonan, semua negara berusaha mencegah peningkatan suhu global secara rata-rata 1 derajat celcius sampai 1,5 derajat celcius sampai 2030. Kata Jonan, Pemerintah Indonesia memegang komitmen penuh atas Kesepakatan Paris pada 2015.

"Oleh karena itu, tahun depan untuk kendaraan bermesin diesel kita terapkan B30," lanjutnya.

Jonan mengakui sampai ini, porsi bauran energi nasional masih masih didominasi oleh energi yang berasal dari Batubara. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi kontributor terbesar penghasil listrik dengan porsi lebih dari 50 persen. Untuk menekan dominasi sumber energi tersebut, ucap Jonan, pemerintah akan menggenjot pembangunan pembangkit listrik yang meminimalisir adanya emisi gas rumah kaca.

"Orang sekarang mulai protes, pembangunan kok banyak menggunakan tenaga uap dari batubara. Makanya, saya mengatakan akan banyak membangun (pembangkit) bersih dan ramah lingkungan, seperti PLT Bayu, PLT Air dan yang paling mudah adalah PLTS Atap," ucap Jonan.

Jonan optimistis PLTS Atap akan lebih mencapai harga yang efisien dan mudah dijangkau pada masa mendatang. "Sekarang investasinya memang masih relatif mahal kira-kira Rp 15 juta. Tapi kalau ini bisa ekspor impor (listrik antara pemilik rumah dengan PLN) biaya investasi solar rooftop jadi lebih terjangkau. Mudah-mudahan kita membantu mengurangi tingkat emisi dan pemanasan global," sambung dia.

Selain itu, lanjut Jonan, pemerintah juga  mempercepat kehadiran kendaraan listrik. Jonan berharap dukungan dari para generasi muda dalam mengeksekusi kebijakan tersebut.

"Kalau mayoritas anak muda sepakat, ini ada harapan. Semua penemuan baru itu tergantung dari yang eksekusi. Kalau generasi muda menerima, akan berkembang," kata Jonan menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement