Rabu 11 Sep 2019 12:55 WIB

Iuran BPJS Naik, Sektor Farmasi Diprediksi Tumbuh Positif

Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS kesehatan sebesar 100 persen pada 2020.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pabrik obat Kalbe Farma
Foto: ANTARA
Pabrik obat Kalbe Farma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Mandiri Sekuritas memprediksi sektor jasa kesehatan dan farmasi akan berpotensi tumbuh positif pada tahun mendatang. Hal ini didorong oleh rencana pemerintah yang menaikkan anggaran subsidi untuk program jaminan kesehatan nasional (JKN) sebesar 83 persen atau setara Rp 22 triliun dari tahun lalu.

Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer mengatakan pertumbuhan kedua sektor tersebut mendapat sentimen positif dari permintaan pasar domestik. Ditambah rencana pemerintah yang menaikkan iuran BPJS kesehatan sebesar 100 persen pada 2020.

Baca Juga

"Pertumbuhan sektor ini juga akan menciptakan keuntungan untuk emiten-emiten sektor rumah sakit dan farmasi,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (11/9).

Kemudian, lanjut Adrian, sektor lain yang akan tumbuh pada tahun depan, seperti sektor pendidikan, ekonomi kreatif dan pariwisata, infrastruktur, perdagangan fast moving consumer goods (FMCG) dan sektor telekomunikasi.

Adrian menjelaskan sektor infrastruktur berpotensi tumbuh kembali. Sebab, dia melihat anggaran belanja pemerintah pada 2020 untuk infrastruktur akan tumbuh lima persen menjadi Rp 419 triliun.

Angka ini meningkat dari outlook pertumbuhan belanja infrastruktur 2019 yang hanya 1,4 persen secara tahunan. "Meskipun masih modest growth tapi dari sisi valuasi masih cukup oke. Masih akan ada pertumbuhan ditambah lagi adanya bonus dari pemindahan ibu kota," kata dia.

Sementara sektor FMCG dan telekomunikasi, pertumbuhannya didorong oleh langkah investor yang memilih berinvestasi pada saham-saham defensif dengan basis pasar domestik. Alasannya, saham defensif dapat menjadi alternatif di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.

"Ditambah dengan pelemahan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS), China dan negara-negara Uni Eropa serta risiko akibat perang dagang AS dan China," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement