Rabu 11 Sep 2019 08:15 WIB

Kemenkeu Dorong Peserta BPJS Disiplin Bayar Iuran

Sifat gotong royong dalam BPJS Kesehatan belum tersosialisasikan dengan baik.

Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendorong masyarakat untuk disiplin dan aktif membayar iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sebab, kedisiplinan dan keaktifan peserta sangat berperan dalam menyukseskan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Imbauan tersebut disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (Biro KLI) Kemenkeu Nufransa Wira Sakti. Menurut dia, sikap disiplin dan aktif membayar iuran merupakan wujud kegotongroyongan dalam mendukung program JKN sebagai asuransi sosial.

Baca Juga

Ia mengakui sifat gotong royong dalam BPJS Kesehatan belum tersosialisasikan dengan baik. Padahal, nilai itu yang menjadikan BPJS solusi kesehatan bagi penduduk Indonesia.

"Masih banyak mereka yang belum menyadari ini. Mari kita juga mencarikan solusi agar masyarakat Indonesia sehat sejahtera menuju SDM unggul, Indonesia maju," kata Nufransa dalam siaran pers, Selasa (10/9).

Ia menjelaskan, JKN merupakan asuransi sosial dengan prinsip gotong royong. Masyarakat yang kaya membantu yang miskin dengan membayar iuran lebih besar. Peserta yang sehat membantu peserta yang sedang mengalami sakit. Maksudnya, kata dia, peserta yang sehat membayar iuran, tetapi tidak memanfaatkan layanan kesehatan atau membutuhkan layanan kesehatan yang lebih minimal.

"Oleh karena itu, yang sehat pun harus rajin dan patuh membayar iuran. Kita juga perlu memberitahukan informasi kepada saudara-saudara kita yang tidak mampu bahwa pemerintah menjamin layanan kesehatan mereka," ujar Nufransa.

Menurut catatan Kemenkeu, rata-rata jumlah layanan kesehatan melalui JKN mencapai 640.822 layanan setiap hari. Selama 2018, total pemanfaatan layanan kesehatan melalui JKN mencapai 233,9 juta layanan. Layanan tersebut terdiri atas 147,4 juta layanan pada Fasilitas Kesehatan Tahap Pertama (FKTP), 76,8 juta layanan rawat jalan RS, dan 9,7 juta layanan rawat inap RS.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam kesempatan terpisah meminta para pemangku kepentingan dalam bidang kesehatan memanfaatkan teknologi secara optimal bagi peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. Menkeu menekankan perlunya kolaborasi seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan perbaikan data.

"Dengan pendataan data yang bagus, alokasi dana dapat digunakan lebih tepat sasaran," katanya dalam acara The 3rd Faculty of Public Health Universitas Indonesia (UI) Science Festival 2019, Senin (9/9).

Menkeu menekankan peran digital teknologi mampu membantu pemerintah dalam mendesain sistem kesehatan nasional yang menyeluruh dan berkelanjutan. Beberapa manfaatnya adalah untuk mengidentifikasi identitas masyarakat hingga rekam medis.

Dia mengatakan, jika mampu mengidentifikasi kondisi rekam medis seluruh populasi penduduk Indonesia yang sekitar 267 juta jiwa, pemerintah akan mampu mengidentifikasi kebutuhan, alokasi dana, dan kebutuhan premi yang tepat dari setiap individu. "Tapi, tentu sesuai risiko dan kebutuhannya,” ucapnya.

Ia mengakui, kenaikan premi dana BPJS sering kali dikritik dengan alasan kenaikan tersebut membebani masyarakat miskin. Namun, ia membantah anggapan tersebut karena pemerintah memiliki skema PBI bagi masyarakat miskin. "Karena kenaikan premi tidak menyasar masyarakat miskin, karena negara yang menanggung masyarakat miskin tersebut," kata dia.

photo
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).

Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf menegaskan, BPJS Kesehatan tak pernah menuntut pemerintah untuk menaikkan iuran. Sebab, BPJS Kesehatan hanyalah penyelenggara program JKN. Selain itu, tidak ada landasan hukum yang membuat BPJS Kesehatan bisa menuntut kenaikan iuran.

Oleh karena itu, ia menegaskan, BPJS Kesehatan akan mengikuti apa pun keputusan pemerintah. "Apa pun isi aturan nanti, termasuk kenaikan iuran hingga besaran iuran, kami serahkan sepenuhnya kepada pemerintah," ujarnya.

Iqbal menjelaskan, defisit keuangan BPJS Kesehatan tak hanya disebabkan adanya tunggakan iurang peserta mandiri. Pada 2016-2018, tunggakan iuran peserta mandiri mencapai sekira Rp 15 triliun.

Dia menegaskan, meskipun peserta mandiri tidak menunggak, defisit akan tetap terjadi. Hal ini karena besaran iuran masih tidak mencukupi kebutuhan peserta layanan BPJS Kesehatan. "Penyebab utama adalah besaran iuran. Jika peserta semua 100 persen membayar iuran dengan tertib, kekurangan dana masih terjadi," kata Iqbal.

Saat ini, tunggakan paling besar terjadi pada peserta mandiri yang jumlah kepesertaannya 14 persen dari total populasi peserta sekitar 223 juta, yakni 32 juta. Jumlah peserta mandiri yang aktif membayar, kata Iqbal, hanya sekitar 54 persen. n rizki suryarandika/rr laeny sulistyawati, ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement