REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata Arief Yahya mengaku, pariwisata Indonesia belum sepenuhnya pulih sejak rentetan bencana alam yang terjadi 2017 lalu, yakni mulai dari meletusnya Gunung Agung hingga bencana gempa di Lombok, Palu serta tsunami di Selat Sunda.
Dalam catatan Kemenpar, rangkaian bencana yang terjadi yakni meletusnya Gunung Agung pada September 2017 yang baru mulai pulih awal 2018. Kemudian pada Mei 2018 peristiwa bom mengguncang Surabaya, disusul gempa di Rinjani dan Lombok pada Juli dan Agustus 2018.
Pada September 2018, Palu juga ikut diguncang gempa dan tsunami. Kemudian pada Oktober 2018, jatuhnya pesawat Lion Air membuat pariwisata kembali terdampak.
Pada November 2018, polemik soal penutupan Taman Nasional Komodo ikut mempengaruhi sektor pariwisata. Lalu di penghujung 2018, tsunami menyapu Selat Sunda.
"Ekornya sampai sekarang belum 'recover' (pulih). Lombok juga bahkan belum 'recover'. Harga tiket pesawat yang mahal harusnya bencana juga. Jadi memang tidak kecil dampaknya," ujar Arief di Jakarta, Senin (9/9).
Tidak main-main, dampak bencana terhadap sektor pariwisata yakni turunnya kunjungan wisatawan hingga 1 juta kunjungan pada 2017, dan hingga 1,2 juta kunjungan pada 2018. Pada 2019 diperkirakan penurunan kunjungan wisatawan mencapai 2 juta kunjungan.
"Dengan penurunan wisman ini, kita kira-kira kita kehilangan 2 miliar dolar AS (devisa)," tambah Arief.
Meski demikian, ia optimistis penerimaan devisa dari sektor pariwisata pada 2019 akan memenuhi target 20 miliar dolar AS. "Tercapainya sekarang itu sudah 19,29 miliar dolar AS, itu 2018. Jadi kemungkinan besar 2019 akan tercapai 20 miliar dolar AS," katanya.