Jumat 06 Sep 2019 15:36 WIB

Ekonom: Deregulasi tidak Cukup Hadapi Capital Outflow

Ekonomi rentan capital outflow jika aliran modal yang masuk didominasi portofolio.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Aliran modal asing
Foto: Republika
Aliran modal asing

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menyebutkan, menarik Foreign Direct Investment (FDI) menjadi kunci utama untuk menghadapi dinamika ekonomi global. Khususnya untuk mengantisipasi ancaman capital outflow seperti yang disampaikan World Bank (Bank Dunia) melalui slide presentasinya, Global Economic Risks and Implications for Indonesia.

Piter menjelaskan, pernyataan dari Bank Dunia seharusnya sudah dipahami oleh semua pelaku ekonomi di Indonesia. Potensi capital outflow utamanya tercermin di komposisi aliran modal masuk ke indonesia yang didominasi oleh investasi portfolio. "Sementara FDI justru mengalami perlambatan," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (6/9).

Baca Juga

Karakteristik investasi portfolio adalah easy come easy go. Ketika perekonomian global mengalami shock, maka investasi portfolio sangat mudah keluar atau terjadi capital outflow. Selama aliran modal yang masuk ke Indonesia masih didominasi oleh investasi portfolio, maka perekonomian Indonesia akan senantiasa rentan mengalami capital outflow.

Selama lima tahun terakhir, Piter menilai, pemerintah memang sudah melakukan cukup banyak untuk menarik investasi. Mulai dari perbaikan perizinan melalui Online Single Submission (OSS) hingga pemberian berbagai insentif pajak, seperti tax holiday dan tax allowance.

"Sesungguhnya Indonesia sudah sangat menarik bagi investor," katanya.

Tapi, Piter menekankan, hambatan seringkali terjadi justru saat investor akan merealisasikan investasinya. Yang umumnya terjadi adalah masalah pembebasan lahan dan perizinan. Keberadaan OSS yang masih jauh dari sempurna dan banyak kendala dalam penerapannya menjadi faktor utama masalah itu muncul.

Selain itu, Piter menambahkan, masih ada faktor lain yang juga menghambat. Misal, kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, tidak ada koordinasi antara pusat dengan daerah, dan terakhir, masalah perburuhan-pengupahan.

Berdasarkan kondisi tersebut, deregulasi bukan menjadi solusi yang cukup untuk meningkatkan FDI. Piter mengakui, deregulasi dan berbagai insentif memang penting dan diperlukan. Tapi, kalau tidak dilengkapi dengan perbaikan lainnya, maka tidak akan menjadi signifikan dalam mendorong pertumbuhan investasi.

Sementara itu, Ketua Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menjelaskan, perbaikan infrastruktur untuk menarik FDI harus dikerjakan secara bersama-sama. Lintas kementerian/ lembaga hingga dunia usaha wajib dilibatkan mengingat banyak aspek yang diperhatikan calon investor ketika menentukan negara tujuan.

"Mereka itu kan melihat seluruh dimensi," katanya ketika ditemui di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Jakarta, Kamis (5/9).

Suahasil menekankan, pemerintah sudah berupaya memenuhi dimensi-dimensi yang dibutuhkan calon investor itu. Khususnya melalui pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas pemerintah selama lima tahun terakhir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement