REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, penyerapan bawang merah petani oleh industri tergantung dari kapasitas tiap perusahaan industri makanan. Anjloknya harga bawang merah baru-baru ini tak serta-merta membuat industri meningkatkan kuota serapannya.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim mengatakan, selama ini sektor industri sudah melakukan penyerapan bawang merah petani sesuai kebutuhan. Sehingga peningkatan kuota penyerepan tergantung dari keinginan dan kemampuan dari perusahaan yang bersangkutan.
“(Penambahan serapan industri) belum ada. Mereka (industri) juga mempertimbangkan kapasitas gudangnya,” ungkap Rochim saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (5/9).
Menurutnya, apabila kuota penyerapan bawang merah itu ditingkatkan namun tak seimbang dengan kapasitas kebutuhan industri, maka terdapat kemungkinan kondisi yang berat bagi industri.
Seperti diketahui, petani bawang merah di sejumlah sentra produksi mulai memanen bawang merahnya pada kurun Juli-Agustus 2019. Minimnya pengendalian pola tanam membuat harga bawang merah petani mudah anjlok di saat musim panen. Untuk itu pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta industri dan Bulog untuk menyerap guna menstabilkan harga.
“Jadi agak susah kami berlakukan atau paksa industri untuk menyerap, kalau gudang mereka sudah penuh maka susah juga bagi mereka. Karena kan nanti ada biaya tambahan, harus sewa gudang dan lainnya,” kata dia.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal mengatakan, peran Bulog sebagai buffer stock pangan hanya meliputi komoditas tertentu saja seperti jagung, padi, dan kedelai (pajale). Untuk itu pihaknya memastikan Bulog belum dapat menyerap lebih jauh bawang merah petani, kecuali terdapat penugasan di rapat koordinasi tingkat menteri.
“Kalau ada penugasan, kami akan serap,” ungkapnya.